Seperti dilansir dalam berkas kasasi yang dilansir panitera Mahkamah Agung (MA), kasus ini bermula saat terjadi demonstrasi buruh di Unit IV, Romokalisasi, Surabaya, pada 26-31 Oktober 2005 dan 14-16 November 2005. Maspion menengarai aksi demo itu digerakkan oleh M Imam, Wisanto Hariyadi dan Edi Siswanto.
Dalam berkas gugatannya, Maspion menuduh aksi itu liar karena tidak memberitahukan terlebih dahulu ke polisi. Atas aksi ini, Maspion merasa dirugikan karena hilangnya kapasitas produksi, hilangnya order pembelian dari pihak ketiga, hilangnya nama baik perusahaan, jatuhnya kredibilitas Maspion di mata relasi, pelanggan dan investor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guna memuluskan gugatannya, Maspion juga memohon kepada majelis hakim untuk melakukan sita jaminan rumah tinggal ketiga buruh tersebut. Maspion juga meminta majelis hakim menjatuhkan uang paksa sebesar Rp 100 ribu perhari kepada para tergugat.
Atas gugatan ini, buruh pun tak terima dan memilih menggugat balik sebesar Rp 5 miliar untuk kerugian immateril dan kerugian materil sebesar 817 juta. Buruh juga mengggugat balik supaya surat PHK dicabut dan dipekerjakan kembali.
Atas gugatan ini, PN Surabaya pada 21 September 2006 memutusakan tidak menerima gugatan tersebut. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya pada 3 Juli 2008.
Atas vonis ini, Maspion pun mengajukan kasasi. Tapi apa kata MA?
"Menolak permohonan PT Maspion, menghukum pemohon kasasi Rp 500 ribu," demikian putusan majelis hakim kasasi yang terdiri dari Imron Anwari, Ahmad Yamani dan Suwardi.
Meski putusan ini diketok pada 4 Januari 2012 lalu, tetapi terdapat catatan menarik. Yaitu pengetikan putusan yang diselesaikan pada 21 Maret 2013 itu tidak ditandatangani oleh salah satu hakim anggota Ahmad Yamani.
"Karena hakim agung Ahmad Yamani sebagai anggota/pembaca I telah dibehentikan dengan tidak hormat dalam sidang majelis Kehormatan Hakim pada 11 Desember 2012," demikian alasan Ketua MA Hatta Ali di halaman terakhir putusan.
(asp/nrl)