Dalam surat dakwaan KPK disebutkan, sejak Desember 2010, dua bulan sebelum adanya proses tender Simulator SIM, Irjen Djoko Susilo sudah menjalin komunikasi dengan Budi Susanto. Bahkan Irjen Djoko memberikan rekomendasi untuk Budi, yang meminjam uang Rp 100 miliar di Bank BNI, sebagai modal untuk menggarap proyek Simulator.
Kemudian masih pada Desember 2010, Irjen Djoko yang memerintahkan untuk dibentuk panitia pengadaan Simulator SIM untuk tahun anggaran 2011. Nah pada saat itu, Irjen Djoko sudah memberitahukan kepada bawahannya agar perusahaan PT CMMA milik Budi Susanto-lah yang nantinya ditetapkan sebagai pemenang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ted, nanti Ndoro Budi aja yang mengerjakan," kata Djoko seperti ditirukan jaksa KPK KMS Roni di PN Tipikor, Jl Rasuna Said, Jaksel, Selasa (23/4/2013).
Saat itu Teddy mengiyakan permintaan Djoko. Kemudian setelah dilakukan rapat oleh tim pengadaan, Kabag Renim Korlantas Budi Setyadi menyatakan keberatan dengan pilihan Djoko.
"Pak barangnya Budi Susanto kurang bagus. Kalau bisa spec mengacu dari driving yang di Singapura," kata Budi. Lalu Djoko memerintahkan tim agar melakukan survei di Singapura.
'Perlawanan' serupa juga terjadi pada Maret 2011, ketika proyek Simulator SIM mulai dikerjakan oleh PT CMMA milik Budi Susanto. Ketika itu proyek tidak berjalan dengan semestinya karena pekerjaan belum selesai, padahal tenggat waktu sudah lewat. Lalu Budi Susanto malah meminta agar uang 100 persen dicairkan.
Tim pemeriksa penerimaan barang, Murtono menolak memberikan berita acara penyerahan barang pengadaan, karena faktanya serah terima barang belum terjadi. Irjen Djoko meminta kepada para bawahannya agar permintaan Budi tersebut dikabulkan.
"Saya akan periksa dulu. Ikuti saja ketentuan supaya sama-sama aman," kata Murtono.
Namun karena Djoko terus-terusan memberikan intervensi dalam proyek tersebut, para bawahannya pun akhirnya tak bisa memberikan perlawanan.
(fjr/fdn)