Ketika Caleg Masih Ribut Soal Nomor Urut

Ketika Caleg Masih Ribut Soal Nomor Urut

- detikNews
Sabtu, 20 Apr 2013 17:30 WIB
Jakarta - Persoalan nomor urut bagi calon anggota legislatif tak dipungkiri masih menjadi perdebatan panjang bagi partai politik. Tiap caleg saling berebut untuk bisa dapat nomor urut teratas, seolah dengan itu lebih mudah dipilih rakyat.

Sebut saja Partai Golkar yang terpaksa memundurkan jadwal penyerahan daftar calegnya karena ada beberapa caleg yang kecewa ditempatkan di nomor 'buncit'. Atau Partai Demokrat yang menempatakan caleg 'incumbent' di nomor teratas.

"Ini ironi ketika nomor urut masih menjadi perdebatan penting, harusnya kalau sistemnya terbuka nomor urut berapa saja tidak masalah," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Yus Fitriadi saat berbincang, Sabtu (20/4/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, hal itu bukan tanpa sebab, setidaknya ada dua faktor. Pertama karena psikologis masyarakat melihat nomor urut teratas 1, 2 atau 3 lebih diuntungkan. Kedua, mainstream berpikir politisi bahwa terbukanya sistem pemilu masih berlangsung setengah hati.

"Ini juga menunjukkan orang-orang yang sudah duduk di DPR masih tetap ingin berkuasa dengan berada di nomor urut atas, padahal sistem terbuka itu berdasarkan suara terbanyak. Nah, aspek ini yang menjadikan sistem terbuka setengah hati," kritiknya.

"Masyarakat kan tidak peduli dengan apakah sistemnya terbuka atau tertutup, karena yang paham adalah yang membuat regulasi," lanjut Yus.

Hal lain yang lebih substansial menurutnya, bancakan nomor urut juga menunjukkan partai punya masalah dengan demokratisasi internal. Tidak ada parpol yang menyangkal bahwa penempatan nomor urut itu ditentukan oleh ketua umum dan sekjen.

"Siapa yang bantah ketua umum dan sekjen yang tentukan caleg? Sehingga akhirnya orang memilih keluar ketika nomor urutnya tidak sesuai. Jadi bukan melihat pada kapasitas atau melalui konvensi, tapi otoritas ketua umum dan sekjen," ucapnya.

"Ketua umum dan sekjen masih mengedepankan orang-orang lama yang mampu mendongkrak pencalegan dengan misal modal finansial. Mereka yang di DPR kan punya finansial memadai dan investasi popularitas lebih awal," imbuh Yus.

Tak hanya itu, termasuk artis yang ditempatkan di nomor signifikan sehingga tidak memberi kesempatan pada kader lain yang lebih punya kapasitas dan kredibilitas.

"Maka sudah bisa dipastikan yang muncul adalah muka-muka lama, dan muka lama itulah yang dalam tanda petik 'mencoreng negeri ini'. Bahkan akan muncul orang-orang yang tidak mempunyai kapasitas ke depannya," kritik Yus.

(bal/mad)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads