Buku tersebut berjudul "Merampas Aset Koruptor, Solusi Pemberantasan Korupsi di Indonesia" yang diluncurkan di Kantor PPATK, Jl Juanda, Jakarta, Selasa (16/4/2013). Inti pemikirannya adalah merampas aset koruptor tanpa penuntutan pidana sebagai terobosoan atas kerumitan menghadirkan si koruptor bersangkutantidak bisa dihadirkan di pengadilan.
"Di dalam buku ini diuraikan solusi pemberantasan korupsi di Indonesia dengan pendekatan hukum perampasan aset tanpa tuntutan pidana atau secara internasional lebih dikenal dengan sebutan non conviction based asset forfeiture," ujar Yusuf dalam sambutannya.
Menurutnya korupsi di Indonesia sudah mengakar kuat dan merusak sendi-sendi kehidupan bernegara. Oleh karena itu menurutnya diperlukan, tindakan tegas dan konsisten dalam penegakan hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal-hal yang membuat suatu perkara pidana tidak dapat disidangkan, kata Yusuf, antara lain karena pelaku tindak pidana dalam pelarian, pelaku meninggal sebelum disidangkan, pelaku kebal hukum dan pelaku begitu kuat dan berkuasa.
"Namum NCB asset forfeiture dalam pelaksanannya memerlukan peraturan dan pembuktian serta prosedural yang sangat rinci," kata Yusuf yang juga menyebut PPATK tengah menggodok draft rancangan perampasan aset ini untuk nantinya diteruskan ke Kemenkum HAM.
Di dalam buku setebal 273 halaman itu terbitan Kompas tersebut, juga berisi kata sambutan dari para kepala penegak hukum seperti Ketua MA Hata Ali, Ketua KPK Abraham Samad, Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Jaksa Agung Basrief Arief. Acara dihadiri antara lain oleh praktisi hukum internasional Hikmahanto Juwana dan anggota UKP4 bidang Penegakan Hukum, Mas Achmad Santosa.
(fjr/lh)