Kasus ini diketahui Mahfud saat diundang berceramah ke Unitomo. Datanglah Rektor Unitomo Prof Santoso yang telah berusia 76 tahun dengan menangis. Dia stroke usai dijatuhi vonis pidana korupsi. Kepada Mahfud, dia merasa tidak memakan uang sepeser pun dan hanya menandatangani bukti pengeluaran uang untuk keperluan operasional kampus sehari-hari.
"Saya malu, datang ke sini untuk mengabdi, tidak digaji, lalu dituduh korupsi," kata Santoso.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Santoso adalah mantan Direktur Pengadilan Tinggi Depdikbud. Kasus yang melilitnya bermula pada 3 November 2001 saat dia diangkat menjadi rektor oleh yayasan. Sebelum mengangkat Santoso, akta yayasan itu diubah dan akta baru ini digugat oleh pengurus yayasan lama.
Putusan pengadilan perdata menyatakan posisi Santoso aman dan menyatakan akta yayasan yang mengangkat Santoso sah. Namun, di pengadilan pidana, Santoso dihukum 2 tahun pidana dengan vonis Santoso mengeluarkan belanja rutin universitas sebagai rektor berdasar akta yang 'tidak sah'.
Padahal pengurus yayasan lama, Eddy Yunus, sudah nyata-nyata mengundurkan diri dan akta pendirian yayasan diganti dan didaftarkan ke Departemen Kehakiman. Di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Santoso juga menang lagi.
"Kejanggalan kasus itu mendorong Mahfud mengirim nota kepada Ketua MA (Harifin Tumpa). Maksudnya supaya pemeriksaan peninjauan kembali (PK) di MA dipercepat, sekaligus dengan memperhatikan inkonsistensi vonis-vonis pengadilan di bawahnya," tulis Rita dalam halaman 530.
(asp/nrl)