Rizal Ramli: Negara Masih Tanggung Bunga Subsidi BLBI Rp 20 T per Tahun

Rizal Ramli: Negara Masih Tanggung Bunga Subsidi BLBI Rp 20 T per Tahun

- detikNews
Jumat, 12 Apr 2013 11:28 WIB
Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli diperiksa KPK dalam kasus dugaan skandal penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Menurut Rizal, kas negara sampai saat ini masih dibebani dengan kewajiban membayar bunga subsidi BLBI senilai Rp 20 triiliun per tahun.

"Perlu diketahui bahwa negara masih membayar bunga subsidi BLBI sekitar 60 triliun per tahun. Itu masih sampai 20 tahun mendatang," ujar Rizal sebelum menjalani pemeriksaan di kantor KPK, Jl Rasuna Said, Jaksel, Jumat (12/4/2013).

Rizal pun berharap agar kasus peneribitan SKL BLBI ini dibuka seterang-terangnya. Menurutnya, rakyat Indonesia sebagai pihak yang membayar pajak-lah yang menjadi korban dari skandal ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Agar supaya jangan bangkir-bangkir kaya itu disubsidi. Sementara rakyat dipaksa untuk menerima kenaikan BBM," ujar Rizal.

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada bulan Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.

Kejaksaan Agung saat dipimpin MA Rachman menerbitkan SP3 terhadap 10 tersangka kasus BLBI pada 2004. Hasil audit BPK menyebutkan, dari Rp 144,5 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, Rp 138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. Penggunaan dana-dana tersebut kurang jelas.

Jaksa Agung MA Rachman menerbitkan SP3 atas dasar SKL (Surat Keterangan Lunas) yang dikeluarkan BPPN berdasar Inpres No 8/2002. SKL tersebut berisi tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham.

Berdasar inpres tersebut, debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Negara menanggung kewajiban tersebut. Atas dasar bukti itu, mereka yang diperiksa dalam penyidikan akan mendapatkan surat perintah penghentian perkara (SP3).

(fjp/lh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads