Keputusan otoritas Kongo ini dipicu oleh desakan keras dari badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang meminta kasus ini diusut tuntas. Bahkan PBB juga mengancam akan menarik seluruh pasukan perdamaiannya dari Kongo jika kasus ini tidak ditanggapi serius.
"Militer Kongo telah menonaktifkan para prajurit dan deputi prajurit dari dua unit," ujar juru bicara departemen pasukan perdamaian PBB, Kieran Dwyer, seperti dilansir AFP, Jumat (12/4/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seluruh tentara yang dikenai sanksi ini selanjutnya akan mengikuti penyelidikan yang dilakukan aparat setempat. Selain itu, proses interogasi para korban dan pelaku sudah dimulai.
"Ini menjadi bukti komitmen pemerintah Kongo, tapi kami terus meminta mereka untuk terus melanjutkan penyelidikan dan menahan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kejahatan ini," tutur Dwyer.
Menurut PBB, sedikitnya ada 126 wanita yang menjadi korban pemerkosaan di sekitar wilayah Minova sejak November 2012, ketika tentara Kongo menjaga wilayah tersebut dari serangan kelompok pemberontak M23. Penjarahan besar-besaran dilaporkan terjadi saat itu.
Sedangkan organisasi HAM, Human Rights Watch (HRW) menyatakan, selama masa 10 hari bertugas, para tentara Kongo melakukan tindakan bejat tersebut terhadap warga setempat. "Mereka memperkosa dan menjarah warga di Minova dan wilayah sekitarnya," terang HRW dalam pernyataannya.
Selama ini, tentara Kongo yang dikenal lemah, memang sering dikritik publik karena kebrutalannya terhadap warga sipil dan keterlibatannya dalam sejumlah kasus korupsi setempat. Tentara Kongo selalu bergantung pada peralatan milik PBB dan bantuan pasukan perdamaian di wilayahnya, untuk mengontrol kelompok bersenjata yang kerap memicu konflik.
(nvc/ita)