"Saya menyayangkan dimasukkannya pasal tentang delik pidana penghinaan presiden dalam draf perubahan KUHP, pasal 265. Pasal penghinaan presiden di KUHP sudah pernah di-judicial review dan MK telah mencabut pasal-pasal terkait penghinaan presiden tersebut," kata Indra saat dihubungi, Senin (8/4/2013).
Indra mengatakan pemerintah seharusnya patuh dengan keputusan MK yang telah menghapus keberadaan pasal tersebut. Dia menilai tak seharusnya pemerintah kembali mencoba menghidupkan pasal serupa dengan memasukkannya ke RUU KUHP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penggunaan kata menghina jelas-jelas rancu, lentur dan pasal karet. Tafsir bisa luas dan disalahgunakan serta dapat berdampak negatif pada demokratisasi Indonesia," ujarnya.
(trq/nrl)