"Ya ini memang fenomena menarik, mengapa ada masyarakat Yogya yang memberikan dukungan kepada Kopassus. Ini menjadi refleksi kegerahan masyarakat akan keberadaan preman," ujar pakar psikologi massa dari Unpad, Zainal Abidin, dalam perbincangan Minggu (7/4/2013) malam.
Menurut Zainal aksi dukungan yang dilakukan sebagian masyarakat Yogyakarta itu juga merupakan bentuk keprihatinan mereka atas tidak adanya rasa aman. Ekspresi tersebut, sambung Zainal, juga bisa diartikan sebagai bentuk sindiran terhadap aparat kepolisian atas gagalnya upaya pemberantasan preman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ketidaknyamanan dengan keberadaan preman itu, kata Zainal, sudah dirasakan jauh hari sebelum adanya penusukan anggota Kopassus di Hugos yang berujung penyerangan dan 'eksekusi mati' empat pelaku penusukan, di LP Cebongan Sleman.
"Memang ekspresi mereka ini bertentangan dengan proses hukum yang ada. Tapi penyerangan dan penembakan ke LP itu hanya momentum saja. Sebelumnya mereka sudah merasakan rasa tidak aman akan keberadaan preman," ujar Zainal yang pernah 10 tahun tinggal di Yogyakarta ini.
Pada Minggu, warga Yogya melakukan orasi, mengumpulkan koin untuk anggota Kopassus Serka Heru Santosa dan Sertu Sriyono, dan doa untuk Serka Heru Santosa yang meninggal menjadi korban premanisme. Koin yang terkumpul nantinya akan diserahkan kepada keluarga korban. Mereka juga menggelar aksi long march dari perempatan Tugu menuju patung Jenderal Sudirman di halaman DPRD DIY.
"Preman harus diberantas di Yogya maupun di seluruh Indonesia. Maraknya premanisme selama ini karena lemahnya penegakan hukum," kata Rendra, saat menyampaikan orasinya.
Aksi ini sebagai sikap warga Yogya yang menginginkan Yogya bebas dari segala bentuk premanisme. Mereka mendukung segala upaya dalam memberantas premanisme karena aksi-aksi premanisme telah meresahkan semua warga.
(fjr/ndr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini