"Rendahnya kepercayaan terhadap penegakkan hukum yang dilakukan negara dapat memunculkan anarkisme" kata Peneliti LSI Dewi Arum dalam paparan suveinya di Graha Dua Rajawali, Jalan Pemuda 70, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (7/4/2013).
Dewi merujuk contoh yang paling mempengaruhi adalah kasus-kasus yang melibatkan aparat bersenjata. Ada kasus LP Cebongan, bentrok di Ogan Komering Ulu, juga pemerkosaan tahanan wanita di Poso. Termasuk pembakaran gedung pemerintahan di Palopo sulawesi Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masyarakat desa lebih merasa tidak puas dengan penegakkan hukum di Indonesia daripada masyarakat kota. Di kalangan masyarakat desa 61 % warga desa merasa tidak puas dengan penegakan hukum, 22,8 % merasa puas, sisanya tidak menjawab.
Sementara warga kota, sebanyak 48,6 % merasa tidak puas dengan penegakan hukum, 35,2 % merasa puas. Sisanya tidak menjawab. Semakin rendah tingkat pendidikan juga terhitung lebih tidak puas dengan penegakkan hukum. Tamatan SD menunjukkan ketidakpuasan paling tinggi, 56 %. Sementara taman kuliah yang tidak puas sebesar 50,4 %.
Masyarakat Indonesia yang cenderung setuju dengan tindakan main hakim sendiri juga cukup besar. LSI mengklaim, sebanyak 30,6 % setuju untuk main hakim sendiri, sementara 46,3 % masih mau menyerahkan kasus kejahatan kepada proses hukum. Sisanya tidak menjawab.
Rekomendasi LSI, pemerintah harus memberantas aksi premanisme. Preman yang dimaksud mulai dari preman jalanan, preman bersenjata seperti oknum polisi dan TNI, preman berdasi atau koruptor, dan preman berjubah atau ormas sektarian.
"Pemerintah harus mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Kalau tidak, maka akan mengarah ke anarkisme sosial," ujar Dewi.
(dnu/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini