"Aparat harus memutus mata rantai dengan dunia hitam premanisme," kata Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis, Rizal Darma Putra saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (6/4/2013) malam.
Rizal mengatakan sudah menjadi rahasia umum jika praktik premanisme yang terjadi di sejumlah tempat hiburan malam karena adanya dukungan dari oknum aparat. Dukungan ini disinyalir karena adanya 'setoran' yang diberikan oleh preman untuk mengamankan kepentingan sejumlah pihak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika aparat berani memutus mata rantai premanisme, Rizal mengatakan tindakan tegas itu menunjukkan keseriusan aparat di mata masyarakat sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Dengan adanya kasus ini, tidak dipungkiri masyarakat semakin meragukan sistem keamanan negara. Masyarakat akan merasa sulit mendapatkan rasa aman dan nyaman dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
"Sekarang masyarakat sudah merasa tidak aman dan ini yang menjadi tugas utama aparat keamanan kita," ujarnya
Alumni Universitas Parahyangan Katolik ini mengatakan pembenahan bagi TNI juga diperlukan, seperti diperketatnya aturan bagi tentara untuk tidak terlibat dengan kegiatan di luar kedinasan mereka. Hal ini lebih mudah mengingat anggota TNI cukup patuh terhadap aturan militer yang diberlakukan.
"Selama ini dijalankan secara profesional, semuanya pasti bisa lebih baik ke depannya," tuturnya.
Pasca kasus Cebongan ini merebak, Presiden SBY meminta Kapolri untuk menjaga keamanan dan perasaan aman setiap warga. Karena itu, jalan dan tempat-tempat umum harus bersih dari semua bentuk premanisme yang mengancam harta benda dan nyawa.
TNI AD juga telah menyatakan siap membantu memberantas premanisme jika dimintai bantuan oleh kepolisian. Kadispen TNI AD Brigjen Rukman Ahmad mengutip sesuai UU, bahwa TNI tidak memiliki kewenangan melakukan penanganan. TNI bisa dilibatkan bila ada permintaan dari polisi.
(rmd/rmd)