"Kalau itu saya nggak mau jawab pribadi, tapi normatif saja. Yang ingin saya sampaikan, kalau misalnya DPR dan Pemerintah kembali memunculkan pasal itu, itu artinya melanggar konstitusi," kata Ketua MK Akil Mochtar.
Hal ini disampaikan dalam acara ramah tamah dengan wartawan usai mengucapkan upacara pengucapan sumpah Ketua MK di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (5/4/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kan sebenarnya yang sudah dinyatakan bertengangan dengan konstitusi, seharusnya tidak boleh hidup lagi di peraturan perundang-undangan," tegas Akil.
Saat itu, MK tidak hanya membatalkan pasalnya semata tetapi semangat dan norma yang terkandung di balik pasal tersebut. Sehingga seluruh masyarakat harus melaksanakan putusan tersebut.
"Yang dibatalkan bukan pasal, tapi norma. Norma itu bertentangan dengan konstitusi. Oleh karena itu tidak boleh hidup lagi," tandas hakim konstitusi yang menjabat untuk periode kedua itu.
Nah, jika pasal tersebut lolos dan diketok DPR menjadi bagian KUHP, maka jika ada masyarakat yang menguji ke MK, akan dibatalkan lagi. Sebab sudah pernah diputuskan MK bertentangan dengan konstitusi.
"Itu kan artinya tidak ada kepastian hukum, muncul lagi, muncul lagi. Sebab pasal itu bertentangan dengan konstitusi, bertentangan dengan hak-hak negara yang kita sepakati. Itu kan pedoman kita berbangsa dan bernegara," kata Akil yang tampak sumringah usai mengucapkan sumpah Ketua MK itu.
"Di dunia mana pun, suatu norma yang dinyatakana batal oleh konstitusi tidak boleh hidup lagi. Itu bukan menurut saya, tapi prinsip di mana pun, kalau tdak kayak gitu, tidak ada gunanya MK," pungkas Akil.
Adapun Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Amir Syamsuddin selaku pengusul RUU KUHP ini tegas mendukung pasal penghina presiden dipidana.
"Jangankan presiden, orang lain saja tidak boleh dihina dan itu diatur dalam UU. Saya kira justru sebagai presiden, kita sepakat bahwa seorang kepala negara dengan posisinya yang khusus kemudian dilindungi juga dengan UU dengan cara yang khusus," kata Amir dalam diskusi di Fraksi PPP tentang pasal di gedung DPR, Kamis (4/3) kemarin.
(asp/nwk)