Romli: Pasal Penghinaan ke Presiden Bisa Berbahaya Bagi Demokrasi

Romli: Pasal Penghinaan ke Presiden Bisa Berbahaya Bagi Demokrasi

- detikNews
Rabu, 03 Apr 2013 18:29 WIB
Jakarta - Rancangan KUHP memuat pasal penghinaan ke presiden dengan ancaman 5 tahun penjara. Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus pasal tersebut dalam KUHP.

Dalam RUU KUHP Pasal 265 yang disodorkan ke DPR berbunyi setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 300 juta.

Berikut wawancara detikcom dengan guru besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran (Unpadj) Prof Dr Romli Atmasasmita di Hotel Sultan, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (3/4/2013):

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa tanggapan Anda mengenai pasal penghinaan ke presiden?

Putusan MK itu yang benar. Keputusan penyusun RUU itu yang tidak benar. Dia tidak mengikuti perkembangan demokratisasi sekarang. Karena sekarang orang bebas berpendapat. Untuk penghinaan kan itu sudah ada pasalnya, tidak perlu lagi dibuat khususkan, pasal-pasal seperti itu, jadi saya kira lebih baik dihapus.

Jadi saya kira tidak perlu ya. Buat apa? Kecuali kalau merencanakan pembunuhan (ke presiden), kan lain. Kalau penghinaan itu kan sulit dibuktikan, karena dalam berbagai bentuk kan? Apa ucapan atau gambar. Misalnya gambar kerbau lalu ditaruh gambar presiden, kan itu macam-macam (tafsirnya).

Dan kalau itu dimunculkan, maka akan menjadi alat kekuasaan, bisa jadi abuse of power, bisa berbahaya bagi demokrasi. Jadi harusnya tidak seperti itu karena KUHP sendiri sudah menyiapkan pasal penghinaan, penghinaan di muka publik di mana seseorang yang terkena ucapan dalam bentuk penghinaan dapat melakukan pengaduan, saya kira itu.

Apakah ini dimunculkan lagi untuk membentengi presiden?

Ya, tapi sebetulnya presiden tidak harus membuat aturan sendiri. Apalagi harus merubah itu. Ya, artinya naif sekali, tidak sesuai dengan perkembangan yang sekarang dan demokrasi.

Ada anggapan, saat ini penegak hukum tidak bisa membedakan mana penghinaan dan kritikan. Menurut Anda?

Tapi pasal penghinaan kan ada. Saya kira tidak lah, over regulasi namanya kalau begitu.

Tapi Anda sendiri setuju, RUU KUHP ini banyak kekurangan?

Banyak kelemahan, harus diuji lagi.

Menurut Anda apakah ada kepentingan politik di balik ini?

Setiap RUU itu pasti ada kepentingan politik, itu saja. Tergantung apakah kita bisa melihat secara jernih atau tidak. Tiap RUU bahkan diluar negeri pun begitu.

Berarti rancangan ini harus dikaji lagi?

Harus dikaji ulang lagi, semua tiap pasal yang saya baca masih banyak kekurangan. Perubahan dalam RUU ini masih sangat sedikit, cuma ada beberapa pasal.

Bahkan yang lebih parah, semua UU yang namanya lex specialis masuk ke lex generalis, seperti terorisme, cuci uang, korupsi. Sehingga tidak ada lagi perbedaan lagi dalam lex specialis dengan lex generalis, semua jadi lex generalis. Kalau semua lex generalis, maka cara penanganannya pun biasa kan. Tidak ada yang luar biasa, jadi tidak cocok.


(asp/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads