Rekannya Divonis Sandera WNA, Ratusan Warga Batang Beraksi di Pengadilan

Rekannya Divonis Sandera WNA, Ratusan Warga Batang Beraksi di Pengadilan

- detikNews
Selasa, 02 Apr 2013 11:32 WIB
Foto: angling adhitya p/detikcom
Semarang - Ratusan warga Batang, Jateng yang berasal dari 5 desa mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Mereka beraksi sebelum sidang pembacaan putusan 5 rekannnya yang diduga menyandera warga Jepang terkait mega proyek PLTU Batang.

Warga dari desa Ponowareng, Karanggeneng, Roban, Wonokerso, dan Ujungnegoro tersebut membaca puisi, menandatangani spanduk menuntut kebebasan, menerbangkan balon berspanduk "freedom", dan salawat bersama.

Pembaca puisi dari desa Roban, Sutiyamah (43) mengatakan, lewat puisinya yang berjudul "Setetes Harapan", ia berharap agar lima warga Batang yang terjerat kasus penyanderaaan, divonis bebas. Selain itu, ia berharap pemerintah menghentikan pembangunan PLTU Batang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami hanya nelayan dan petani. Kami tidak ingin daerah kami ada limbah yang akan sangat merugikan anak bangsa. Meski PLTU baru rencana tapi sudah seperti ini. Kami sudah tercerai berai, kawan jadi lawan. Kami mohon pada pemerintah, tolong kami, kami hanya ingin berjuang di daerah kami sendiri," kata Sutiyamah menangis di depan ruang sidang utama PN Semarang, Selasa (2/4/2013).

Setelah pembacaan puisi, ratusan warga berebut membubuhkan tanda tangan di spanduk sepanjang dua meter bertuliskan "Batanglyon, Kami Menuntut Pembebasan 5 Warga Batang". Kemudian mereka berkumpul di depan puluhan balon putih dengan spanduk "freedom" dan melepaskan balon tersebut.

Spanduk besar oranye bergambar "?" juga dibentangkan dari lantai dua gedung PN Semarang. Massa kemudian mengumandangkan salawat bersama sampai empat dari lima terdakwa masuk ke ruang sidang.

Staf LBH Semarang, Wahyu Nandang Herawan mengatakan, ada yang janggal dalam persidangan lima warga Batang yaitu Casnoto, M Ali Tafrihan, Riyono, Sabarno dan Kirdar Untung. Menurutnya, sidang putusan yang akan digelar hari ini terlalu singkat kerena baru hari Senin (1/4) kemarin sidang pledoi dilaksanakan.

"Masak hanya dalam waktu semalam hakim bisa mengambil keputusan yang adil? Ini kekhawatiran kita. Ini persoalan masa depan orang," jelas Nandang.

"Atau jangan-jangan putusan sudah dibuat dari dulu?" imbuhnya.

Peristiwa yang melibatkan lima warga Batang tersebut terjadi 29 September 2012 lalu. Saat itu, ada warga negara Jepang melihat lokasi pembangunan PLTU Batang sebagai salah satu investor. Karena kondisi tidak kondusif dan banyak penolakan terhadap pembangunan PLTU, lima warga berusaha mengamankan warga Jepang itu agar tidak menjadi sasaran amukan masa.

Namun aparat kepolisian datang menjemput warga Jepang itu setelah adanya laporan penyanderaan. Saat proses penjemputan, terjadi bentrok antar polisi dan warga yang menyebkan satu unit mobil rusak. Lima warga Batang tersebut lalu ditangkap karena diduga melakukan pengeroyokan, perampasan, pencurian, dan penyanderaan.

Saat ini, empat dari lima warga Batang yang akan menjalani sidang sudah berada di ruang sidang utama. Sementara itu, satu terdakwa yaitu Sabarno masih berada di RSUP dr Kariadi sejak dua minggu lalu karena stroke. Sembari menunggu majelis hakim, empat terdakwa yang hadir menyempatkan diri memeluk anak dan istrinya.

(alg/try)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads