"Dalam perspektif politik, partai politik memerlukan organisasi sayap khususnya beragama Islam," kata Akbar dalam sambutannya pada acara Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) di Jalan Pancoran Timur, Jakarta Selatan, Senin 29/3/2013).
Sejumlah tokoh menghadiri acara ini seperti Din Syamsuddin, Jusuf Kalla, Hasyim Muzadi, Yudi Latief, Adang Ruchiyatna, dan beberapa tokoh dari KAHMI dan ormas lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk memiliki basis politik di Indonesia yang mayoritas agama Islam, parpol membutuhkan organisasi Islam," ujar pembina partai berlambang beringin ini.
Namun, ia mengingatkan tujuan utama dari organisasi tersebut bukan untuk politik. Sehingga kegiatan keagamaan tetap diutamakan.
Dia melanjutkan dampak positif lain dari hadirnya organisasi Islam sebagai organisasi sayap partai untuk menggabungkan nasionalisme dan religius dalam satu wadah.
"Dengan adanya organisasi religi dalam suatu partai politik, maka bertemulah aliran Islam dan nasional. Kalau bersatu, Indonesia akan kuat secara politik dan dukungan sosial,"
Ia mengisahkan bahwa ditahun 1950 terdapat dikotomi pada partai politik. Seorang beragama Islam harus masuk partai Islam. Hal ini dipandangnya sebagai sebuah dikotomi pembedaan antara nasionalis dan agama. Untunglah pada masa Orde Baru, perlahan dikotomi itu mulai menghilang.
"Islam, agama dan politik adalah satu bagian dalam konteks mendapatkan kekuasaan atau jabatan politik," imbuh Akbar.
(rmd/rmd)