"Aku bingung banget bagaimana kalau dihapus. Soalnya kita menggantungkan rezeki dari KRL ekonomi," kata Mega kepada detikcom di stasiun Sudimara, Tangerang, Rabu (28/3/2013)
Mega adalah satu di antara demonstran yang melakukan aksi damai penolakan penghapusan KRL Ekonomi jurusan Serpong-Tanah Abang. Pasalnya, sehari-harinya dia bersama suaminya Ebil sudah menjadi pengamen KRL Ekonomi sejak tahun 2011.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengaku sudah banyak penumpang Ekonomi yang mengenal mereka. Hal ini karena mereka terlihat lebih rapi daripada pengamen yang lainnya. Saat aksi, Mega terlihat memakai Jaket hitam, bandana berwarna kuning, bermake up dan menggunakan bulu mata palsu sehingga terlihat lentik.
"Sehari-hari kita memang semodis ini. Penumpang menyukai kita karena rapi," ujar ibu beranak satu ini.
Suasana stasiun Sudimara mulai dipadati penumpang yang sedang menunggu kereta. Beberapa orang, menghampiri untuk memberikan uang santunan. Sesekali ia menyapa orang yang lalu lalang untuk membubuhkan tanda tangan atau memberikan santunan 'koin peduli KRL Ekonomi'.
"Aksi untuk KRL ekonomi, kakak," ujarnya menyodorkan kardus pengumpulan uang sambil tersenyum. Di samping Mega, tampak suaminya juga ikut memegang kardus yang sama sambil sesekali bersenda gurau dengan demonstran lainnya.
"Kita ikut aksi ini karena kita tidak mau KRL ekonomi dihapuskan, kami mau kerja apa kalau dihapuskan?" ungkapnya.
Setiap hari, Mega berangkat dari kontrakannya di daerah Sawah Besar untuk mengamen sejak pukul 08.00 WIB hingga kereta terakhir dari Tanah Abang pukul 20.00 WIB. Ia biasa beristirahat saat siang hari dan baru lanjut mengamen pukul 19.00 saat kereta sudah ramai oleh karyawan yang pulang bekerja.
"Kita ngamennya dengan gitar aja. Saya menyanyi, suami saya main gitar," katanya.
Anaknya yang berumur 8 bulan, sebelumnya pernah masuk RS Fatmawati karena sakit yang cukup parah. Ia merasa sangat tertolong dengan pekerjaannya sebagai pengamen karena dengan penghasilannyalah, anaknya sembuh dan dibawa ke Yogyakarta.
"Sehari kita bisa dapat Rp. 150.000. Kalau lagi apes ya paling Rp.70.000," sahut Ebil, suami Mega.
"Sebenarnya kalau mau dihapuskan dengan alasan tua, mending KRL kuning jurusan Merak-Rangkas Bitung ini. Ini lebih tua dan tidak layak daripada KRL Ekonomi," lanjut Ebil.
Suami istri ini sangat berharap pembatalan penghapusan KRL Ekonomi non AC. Harapannya kebijakan pemerintah memihak semua kalangan. Tidak hanya sebagian kalangan saja.
"Nasib kami kan juga harus dipikirkan. Sekarang saya fokus dulu dengan aksi ini. Supaya lapangan kerja saya tidak hilang," tutupnya sambil menunduk lemah.
(gah/gah)