Potret Sosial Masyarakat Lokal Diperlukan dalam Pembahasan RUU Santet

Potret Sosial Masyarakat Lokal Diperlukan dalam Pembahasan RUU Santet

- detikNews
Kamis, 28 Mar 2013 10:04 WIB
Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP dan KUHAP yang saat ini sedang digodok oleh komisi III DPR saat ini ramai diperbincangkan oleh khalayak ramai. Terlebih untuk beberapa pasal yang dianggap 'nyeleneh' dan kontroversial. Salah satunya adalah pasal penipuan memakai metode santet.

Pengamat hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, untuk mengesahkan pasal santet menjadi UU, para pembuat UU terlebih dahulu harus memberikan pendekatan sosial kepada masyarakat, karena hingga saat ini, santet masih menjadi sebuah fenomena sosial yang berbau klenik dan tidak semua orang dapat memahaminya.

"RUU itu dimulai dengan naskah akademis, nah permasalahannya adalah, apakah pembuat UU itu sudah melakukan pendekatan sosial terhadap pasal santet ini? kalau masyarakat masih bingung untuk membuktikan santet tersebut ya untuk apa dibuat RUU nya?," ujarnya ketika berbincang dengan detikcom, Rabu (27/3/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Feri, menggali pemahaman masyarakat adalah faktor utama ketimbang mencari perbandingannya dengan UU dari negara lain dengan melakukan kunjungan kerja (kunker) ke luar negeri.

"Lebih tepat apabila DPR menggali kepahaman di masyarakat terlebih dahulu daripada buru-buru ke luar negeri. Lalu mengenai UU santet yang sampai mau direvisi sampai ke Eropa, itu kan kultur orang Indonesia, jadi mana paham orang Eropa itu?," tegas Feri.

Seperti diketahui, pasal 296 RUU KUHP menyatakan 'setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan dan memberitahukan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya itu dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang maka dapat dipidana paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 300 juta'. Jika ilmu gaib itu dikomersilkan ancaman pidana ditambah 1/3 dari 5 tahun.

(rni/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads