Pekan penghargaan untuk para perempuan peneliti internasional telah dibuka di Paris, Prancis. Program tahunan yang telah memasuki tahun ke-15 ini kian membuktikan bahwa sains dan wanita bisa membawa harapan dan mempercepat penemuan, inovasi dan kehebatan. Selama kurun waktu 15 tahun, program yang diberi nama 'For Women in Science' (FWIS) ini telah memberikan dukungan bagi lebih dari 1.200 ilmuwan dari 106 negara.
Pertama kali diadakan pada tahun 1998, program ini memberikan penghargaan untuk lima wanita peneliti hebat -- satu dari masing-masing benua: Afrika dan negara-negara Arab, Asia Pasifik, Eropa, Amerika Latin, dan Amerika Utara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemilihan akhir pemenang atau disebut Laureate dilakukan oleh jaringan ilmuwan terkemuka dunia yang diketuai oleh para peraih penghargaan bergengsi dunia, Piala Nobel. Untuk tahun ini, kelima profesor yang berhak mendapatkan hadiah uang sebesar US$ 100.000 tersebut adalah:
1. Profesor Pratibha L. Gai dari Inggris, mewakili benua Eropa.
Dengan kehebatannya memodifikasi mikroskop elektron, wanita peneliti ini bisa mengamati reaksi kimia yang terjadi di permukaan atom-atom katalis, yang akan membantu para ilmuwan dalam pengembangan obat-obatan baru atau sumber-sumber energi baru. Profesor di Departemen Kimia dan Fisika, University of York, Inggris ini termasuk di antara sedikit ilmuwan dalam sejarah yang bisa meletakkan dasar untuk kemajuan kunci seperti ini. Berkat modifikasinya pada mikroskop elektron, penelitiannya membuat kita bisa melihat proses kimia yang sebenarnya di tingkat atom, yang selama ini sepenuhnya misterius.
Dalam acara presentasi hasil penelitiannya pada hari Selasa (26/3/2013) waktu setempat, Profesor Gai menyampaikan hal yang mendorong risetnya ini.
"Dalam melakukan penelitian, kita harus punya hasrat, tekad. Penelitian saya adalah yang pertama di bidangnya. Saya ingin melakukan apa yang belum dilakukan orang lain," kata Gai dalam acara yang dihadiri detikcom di French Academy of Sciences, Paris, Prancis atas undangan L'Oreal.
"Atom bisa mengajarkan kita banyak hal, yang semuanya penting untuk kemanusiaan," tandasnya.
2. Profesor Francisca Nneka Okeke asal Nigeria, terpilih mewakili benua Afrika dan negara-negara Arab.
Lewat hasil penelitiannya, Okeke telah berkontribusi besar untuk pemahaman variasi harian dari ion-ion yang sekarang berada di atmosfer atas, yang akan menambah pemahaman kita mengenai perubahan iklim.
Subyek penelitian Profesor Fisika di Universitas Nigeria ini adalah ionosfer yang berada jauh di atas permukaan Bumi -- antara 50 kilometer hingga 1.000 kilometer.
Hasil penelitiannya bisa membawa ke pemahaman yang lebih baik tentang perubahan iklim dan membantu menemukan sumber-sumber fenomena dramatis seperti tsunami dan gempa bumi.
Rasa keingintahuan sejak kecil merupakan dasar pencapaian dan kecintaannya untuk meneliti semesta, jauh sebelum dia menjadi ahli Fisika.
"Sewaktu saya masih kecil, saya kagum pada langit, mengapa langit kadang-kadang putih dan kadang-kadang biru, mengapa pesawat bisa terbang, bukannya jatuh ke Bumi," tutur Okeke.
3. Profesor Deborah S Jin dari Amerika Serikat, mewakili benua Amerika Utara.
Profesor Departemen Fisika, University of Colorado, Amerika Serikat ini mempelajari apa yang terjadi ketika molekul-molekul didinginkan hingga mendekati nol, suhu terendah yang mungkin dicapai.
Pertama-tama, dia beserta timnya di University of Colorado, harus menemukan metode untuk melakukan tugas yang sangat sulit ini. Inti dari mendinginkan molekul hingga suhu yang demikian rendah adalah bahwa semakin dingin molekul, semakin lambat gerakannya. Bahkan, cukup lambat sehingga para peneliti bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi selama reaksi kimia.
Dengan keberhasilan dalam mendinginkan molekul-molekul hingga ke titik di mana dia bisa mengamati perilaku molekul itu, Profesor Jin telah membuat temuan besar. Dia telah menyelesaikan masalah yang telah menjadi tantangan bagi para ilmuwan selama bertahun-tahun. Dengan keberhasilannya mengamati reaksi kimia dalam gerak lambat, bisa membantu pemahaman lebih lanjut mengenai proses-proses molekul yang penting bagi pengembangan obat-obatan dan sumber-sumber energi baru.
4. Profesor Marcia Barbosa dari Brasil, mewakili benua Amerika Latin.
Air bisa bergerak dalam cara yang tak biasa dan tak terduga. Mengingat air mencakup hampir tiga-perempat permukaan bumi dan membentuk lebih dari setengah tubuh manusia, mengetahui bagaimana perilaku air yang sebenarnya dan mengapa, kapan air melakukan hal yang tak terduga, merupakan kunci untuk meningkatkan pengetahuan dalam nyaris semua bidang sains.
Riset bertahun-tahun yang telah dilakukan Profesor Barbosa atas perilaku anomali air ini bisa memberikan dampak besar dalam pemahaman kita akan sejumlah fenomena alam. Mulai dari memahami bagaimana gempa bumi terjadi hingga bagaimana protein melipat, hal yang penting untuk perlakuan penyakit. Barbosa merupakan Profesor dan Direktur Institut Fisika di Federal University of Rio Grande do Sul, Porto Alegre, Brasil.
5. Profesor Reiko Kuroda dari Jepang, mewakili benua Asia Pasifik.
Semua benda hidup dan tak hidup, bahkan komponen-komponen terkecil tubuh kita, menunjukkan apakah bertangan kanan atau bertangan kiri.
Profesor University of Sciences of Tokyo, Jepang ini berhasil menemukan sejumlah instrumen penting untuk mempelajari efek tangan kiri dan kanan tersebut dalam berbagai sistem biologi dan fisika. Riset dasarnya pada tingkat molekul, apakah itu biologi atau non-biologi, memiliki implikasi penting untuk pembuatan obat-obatan dan bahan kimia pertanian, serta memiliki aplikasi yang luas untuk penelitian tentang penyakit-penyakit penurunan saraf seperti Alzheimer.
Selain kelima profesor tersebut, program FWIS L'Oreal-UNESCO juga memberikan penghargaan untuk 15 wanita peneliti muda dari berbagai negara. Dan tahun ini, salah seorang peneliti Indonesia terpilih sebagai salah satu pemenangnya. Siapakah dia? Nantikan dalam tulisan berikutnya.
(ita/rmd)