"Saya takut dipenjara dan dihukum berat, sebab anak saya masih butuh biaya. Saya tidak bersalah dalam peledakan itu. Saya belum ada tindakan yang menyerang orang lain, hanya sebagai calon pengantin saja. Pasti menyesal sekali sudah ikut bergabung dengan Thorik," ungkap Muhammad Yusuf kepada wartawan usai persidangan di PN Kota Depok, Jawa Barat, Senin (25/3/2013).
Sidang dimulai sekitar pukul 11.00 WIB. Sidang dipimpin hakim ketua Prim Haryadi (Ketua PN Kota Depok) dengan anggota Muhammad Djauhar Setyadi dan Iman Lukmanul Hakim. Sedangkan tim jaksa penuntut umum berasal dari Kejaksaan Agung, yakni Iwan Setiawan, Wendi, dan Suroyo. Sementara dari Kejaksaan Kota Depok adalah Arnold Siahaan, Alit Ambara, dan Edi Azis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdakwa Yusuf mengaku tidak siap dengan hukuman yang bakal dijatuhkan kepadanya. Apalagi penjual bubur ini mengaku masih memiliki istri dan anak yang masih dalam tanggungan nafkahnya.
"Hanya berdoa dan memohon ampun sama Allah dan anak istri saya di rumah. Ini mungkin ujian kepada saya dan keluarga agar mawas diri. Cuma sekarang ini saya belum sanggup mendengar hukuman yang akan dijatuhkan hakim," aku Yusuf.
Terdakwa lainnya, Agus Abdillah menangis lantaran mengingat janji yang diucapkannya kepada sang Ibunda jika eks karyawan swasta ini akan membiayai pendidikan dua adiknya.
"Teringat adik dan ibu, saya nangis. Sebab tidak bisa ketemu ibu dan adik. Lagi pula saya sudah janji akan menyekolahkan dua adik saya sampai jadi sarjana," tutur Agus.
Dalam surat dakwaan, jaksa Iwan Setiawan menyebutkan jika Agus merupakan 'pengantin' yang merencanakan pengeboman di beberapa tempat, seperti Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Istana Negara, DPR, dan Mapolres Jakarta Pusat. Sementara Yusuf berperan sebagai pengajar Agus dalam meracik bom.
"Peran keduanya adalah sebagai anggota yang mendukung penuh gerakan kelompok ini. Pemimpinnya adalah Anwar yang meninggal dan Sofian. Sementara Thorik dan Agus telah siap menjadi 'pengantin'," ucapnya.
Dalam dakwaan juga disebutkan keduanya bersama pelaku lainnya melakukan rencana teror dengan meracik bom di sebuah kontrakan yang dikamuflasekan sebagai Yayasan Yatim Piatu di RT 04/13, Beji, Depok, Jawa Barat pada 8 September 2012 lalu. Lokasi peracikan bom lainnya berada di kontrakan Anwar di Bojong Gede.
Pada saat bom meledak di Beji, Yusuf ketakutan dan melarikan diri dengan menggunakan Metro Mini menuju ke Daan Mogot, Jakarta Barat. Dalam perjalanan itu Yusuf membuang KTP dan identitas lain untuk menghilangkan jejak.
Dari Daan Mogot, Yusuf lari ke Cikokol dan melanjutkan ke Rajabasa, Lampung. Dari Lampung, Yusuf langsung berangkat menuju Pekanbaru, Riau dan Medan untuk bertemu keluarga besarnya.
"Dia kemudian menyerahkan diri ke Polsek setempat dan diserahkan ke Jakarta. Penyerahan itu juga dilatarbelakangi oleh penyesalan terdakwa," beber Iwan.
Sedangkan Agus pada saat bom meledak di Beji memang tidak berada di lokasi. Pria itu sedang berada di rumahnya di Tanah Sereal XVI, Tambora, Jakarta Barat. Namun begitu berita ledakan Beji mencuat, Agus langsung mengambil semua bahan bom di rumahnya dan membuangnya di parit samping rumah, lantas melarikan diri. Namun tak lama, Densus 88 berhasil menangkapnya.
"Agus merupakan salah satu orang yang bisa merakit bom. Karena memang dia pernah bekerja di sebuah perusahaan ponsel. Keahliannya merakit elektronik membuat Thorik meliriknya untuk merakit bom," imbuh Iwan.
(rmd/rmd)