"Sangat disayangkan sekali peristiwa ini harus terjadi. Hal ini mencoreng kehormatan lembaga peradilan, dan dirinya sebagai hakim," ujar Harifin Tumpa.
Hal ini disampaikan kepada wartawan usai diskusi publik 'Refleksi dan Arah Pembaruan Peradilan Indonesia' yang diselenggarakan Lembaga Kajian dam Advokasi untuk Independensi Peradilan Indonesia (LeIP) dengan Forum Diskusi Hakim Indonesia di Hotel Alila, Jalan Pecenongan, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada. Saya kan sudah setahun lebih (pensiun). Terakhir saya ketemu di peresmian pengadilan perikanan di Tanjung Pinang. Jadi saya heran juga kenapa bisa seperti itu," jelasnya.
Sehingga pria asal Sulawesi tersebut berharap, kejadian tersebut merupakan yang terakhir. Sebab perilaku tersebut dianggap sebagai sebuah pelecehan terhadap profesi hakim dan merendahkan martabat para penegak hukum.
"Mudah-mudahan ini yang terakhir, seorang hakin memperjualbelikan hukum dan melecehkan profesinya sendiri. Ini kan sama artinya dengan merendahkan martabat hakim. Kalau selama saya menjabat, tidak pernah mendapat laporan (seperti ini) dari media," tandasnya.
Setiabudi ditangkap pada Jumat (22/3) lalu oleh KPK di Bandung karena dia diduga menerima suap terkait perkara korupsi Bansos di Pemkot Bandung. Dia memberikan vonis kepada 7 terdakwa masing-masing 1 tahun penjara, walau Jaksa penuntut umum menuntut mereka dengan 3-4 tahun penjara.
(asp/asp)