Jakarta - Fenomena hukum belakangan yaitu gratifikasi seks untuk memuluskan korupsi. Meski belum diatur secara tegas, secara tersirat Rancangan KUHP mengatur gratifikasi seks dengan diakuinya hukum adat.
Pakar hukum pidana Prof Dr Andi Hamzah meminta KPK memahami penjelasan KUHP terkait semua materi yang membawa kenikmatan adalah suap. Sejak jaman Belanda pun disebutkan kenikmatan seksual sebagai suap.
"Dan menurut hukum adat pidana Bugis, suap terdiri dari uang, barang, dan pinggul yang disodorkan pada waktu malam. Jadi dalam adat kita sudah ada itu," kata Hamzah di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (23/3/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gratifikasi saat ini diatur dalam pasal 12 B Ayat 1 UU Tipikor disebutkan bahwa yang dimaksud gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya. Berdasarkan pasal tersebut pemberian gratifikasi dalam bentuk layanan seksual bisa dimasukkan dalam kategori frase (pemberian) 'fasilitas lain'.
Dalam pasal tersebut tidak diatur secara tegas gratifikasi seks. Adapun di Singapura, gratifikasi seks telah diatur secara tegas.
(vid/asp)