"Kalau dari awal sampai akhir tidak ada editan, kecuali pemutusan, tidak ada penggabungan. Ini murni 2007," kata Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani, di Kantor Komnas HAM, Jl Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (18/3/2013).
Siane mendasari video tersebut murni kejadian 2007 dan bukan gabungan atas dasar keyakinannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komnas HAM meminta Polri membuka diri terkait dugaan penganiayaan yang disebut Siane dilakukan Densus 88. "Mohon kejujuran dari pihak kepolisian bahwa video itu benar," tegas Siane.
"Dari sisi kronologis, mending dibuka saja, bukan membela terus apa yang terjadi, buka kembali kasus ini," imbuhnya.
Siane meminta pemerintah melakukan pengawasan terhadap Densus 88/Antiteror. Namun, saat disinggung siapa yang harus mengawasinya, dia menjawab pihak yang independent yang harus melakukannya.
"Pengawasan harus dilakukan pihak yang independent," ujarnya.
Bila tidak ada pengawasan dari Densus, maka Komnas HAM mengkhawatirkan terjadi potensi pelanggaran HAM yang lebih besar lagi.
"Kalau tidak ada pengawas, potensi pelanggaran HAM jadi besar," katanya.
Sebelumnya, Kabareksrim Polri Komjen Sutarman membantah bila video tersebut merupakan rangkaian dari satu peristiwa pengungkapan teroris di Poso. Berdasarkan pemeriksaan Cyber Crime Mabes Polri, video tersebut adalah ganungan dua kejadian di 2007 dan 2012, persis video kejadian Mesuji Lampung dan peristiwa di Thailand Selatan.
"Video itu kejadian di Poso tapi tidak satu peristiwa. Pertama penembakan 4 anggota Brimob kemudian karena temannya mati maka ada penangkapan anggota Brimob, ini bukan densus," kata Kabareskrim Komjen Pol Sutarman, Rabu (6/3).
(ahy/lh)