Menebak Makna Gambar Naga di Batu Prasejarah di Kuningan

Menebak Makna Gambar Naga di Batu Prasejarah di Kuningan

- detikNews
Kamis, 14 Mar 2013 16:49 WIB
Foto: MARI
Jakarta - Gambar naga terpampang di batu prasejarah Gunung Tilu di Dusun Jabranti, Kuningan, Jabar. Cukup aneh memang ada gambar seperti itu di pegunungan di Jabar.

"Mungkin ini dari zaman prasejarah. Relief seperti itu jarang dan sebenarnya baru kali ini saya lihat di Indonesia," kata Ketua Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) Ali Akbar saat berbincang, Kamis (14/3/2013).

Penelitian kini tengah dilakukan atas batu bergambar naga itu. MARI bekerjasama dengan Pemkab Kuningan untuk menguak sejarah batu itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mungkin ini terkait Kerajaan Sunda, tapi masih kita teliti lagi. Dugaan awal, relief pada batu tegak digunakan sebagai ajaran religi bagi umat masa prasejarah yang ingin berdoa di puncak gunung," jelasnya.

Merunut soal naga, dalam budaya Jawa Barat tidak dikenal istilah itu. Naga dikenal di kebudayaan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur.

"Bisa disebut temuan baru. Di beberapa naskah kuno sunda beberapa kali disebut ular besar. Namun kepurbakalaan atau peninggalan arkeologi sejauh ini belum ada. Naga itu dikenal oleh berbagai bangsa di dunia, misalnya Eropa, India, China," urainya.

Ali yang juga pengajar UI ini menjelaskan, di Eropa naga identik dengan mahluk jahat. Di India, naga ada yang jahat dan ada yang jadi dewa. Di China, naga disebut sebagai makhluk pembawa keberuntungan.

"Di Jawa Timur, nama merupakan mahluk mitos yang ditempatkan di candi. Di Jawa Barat, kita belum tahu. Saya lagi berusaha mengundang budayawan Jawa Barat yang ahli tradisi lisan, naskah kuno, dan mitos untuk urun rembuk meneliti temuan ini. Tidak tertutup kemungkinan ada hubungan dengan Jawa Tengah, karena letaknya di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah," ungkapnya.

Pastinya, lokasi batu gambar naga itu amat terpencil di puncak gunung. Butuh 3 jam berjalan kaki dari desa terdekat. Penduduk juga banyak yang tidak tahu asal usul batu itu. Mereka hanya tahu dari orang tua, bahwa batu itu dikeramatkan.

"Dari kakek neneknya dibilang ada batu tulis di atas gunung. Di gunung tersebut tidak ada penduduk, tidak banyak yang datang ke sana. Tapi yang kesana rata-rata ingin bersemedi mencari wangsit. Batu tulis juga sebagai tempat pesugihan. Jadi tempat keramat tapi tidak ada penjaga atau juru kuncinya," tuntasnya.

(ndr/mad)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads