"Manajemen parpol jauh dari nilai-nilai transparansi dan akuntabilitas," kata pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanudin Muhtadi dalam diskusi di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (13/3/2013).
Burhanudin menuturkan, jika akuntabilitas lemah, akan sangat mungkin kewenangan besar parpol diselewengkan oleh partai atau elitnya. "Kasus Nazaruddin harus dibaca dalam konteks relasi kuasa partai yang masih menguat," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Patut dicatat, partai yang menerima dana dari seseorang pasti orang tersebut berharap imbalan. Nah, apa imbalan pada orang itu yang berpotensi korupsi.
"Tak ada makan siang gratis, sumbangan pada parpol adalah bentuk investasi yang memberikan return berupa kendali atas negara. Pelan tapi pasti, pusat kekuasaan bergeser ke arah plutocrachy (penguasaan negara oleh oligarki kaya-red) karena parpol akan tereduksi menjadi sekadar bawahan segelintir elit korporasi. Partai dan kadernya tak lebih hanya jadi anak perusahaan yang kebetulan di tempatkan di DPR dan birokrasi pemerintahan," ungkapnya.
(sip/ndr)