"Ini tidak tepat, MA sebagai puncak peradilan boleh menambah atau mengurangi lamanya hukuman. Tidak terikat vonis yang dijatuhkan di bawahnya," kata hakim agung Prof Gayus Lumbuun saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (9/3/2013).
Kewenangan MA tersebut yaitu dalam vonis kasasi dan peninjauan kembali (PK). Kasasi adalah koreksi tertinggi atas penerapan hukum lembaga peradilan di bawahnya sedangkan PK mengoreksi putusan lembaga di bawahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut mantan anggota DPR ini, yang harus dipikirkan dalam Rancangan KUHAP adalah mengurangi perkara yang bisa dikasasi atau PK. Sebab penumpukan perkara di MA saat ini masih menjadi masalah krusial. Gayus mencontohkan perkara perdata dengan jumlah kerugian kecil atau perceraian pembagian harta gono gini masih banyak yang masuk MA.
"Solusinya adalah mengurangi jenis perkara yang boleh di kasasi/PK, bukan kewenangannya yang dikurangi," tuntas Gayus.
Seperti diketahui, Pasal 250 ayat 3 Rancangan KUHAP berbunyi Putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai pemidanaan tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi.
Dalam penjelasan Naskah Akademik Rancangan KUHAP ini, aturan itu dibuat karena putusan MA tidak menyangkut fakta atau pembuktian, melainkan menyangkut penerapan hukum. Oleh karena itu, sama dengan beberapa KUHAP negara lain, putusan MA tidak boleh lebih berat daripada putusan Pengadilan tinggi.
"Kecuali jika pengadilan yang lebih rendah itu mutus lebih ringan daripada minimal khusus," jelasnya.
(asp/ahy)