Wamenkum HAM: Kita Sedang Sangat Aktif Berantas Korupsi

Laporan dari Den Haag

Wamenkum HAM: Kita Sedang Sangat Aktif Berantas Korupsi

- detikNews
Jumat, 08 Mar 2013 18:04 WIB
Den Haag - Kasus-kasus korupsi semakin banyak ditangani. Tinggal kita sekarang mau melihatnya sebagai apa, sebagai musibah atau itulah indikator bahwa kita sekarang sedang sangat aktif dalam memberantas korupsi.

Hal itu disampaikan Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) dan HAM Prof Dr Denny Indrayana dalam sarasehan di Ruang Nusantara KBRI Den Haag, Selasa malam atau Rabu (6/3/2013) WIB.

Sarasehan dibuka tepat waktu oleh Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda Retno Lestari Priansari Marsudi, dihadiri kalangan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI), sejumlah diplomat muda Kemlu RI yang sedang pelatihan di Clingendael Netherlands Institute of International Relations dan masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam sejarah republik, inilah masa di mana penegakan hukum menyentuh wilayah-wilayah yang dulu tidak bisa disentuh. Coba buka sejarah, tidak ada, kecuali masa sekarang," ujar Wamenkum HAM.

Menurut Wamenkum HAM, sekarang ini tidak ada yang tidak bisa disentuh. Mulai dari menteri aktif, jenderal polisi aktif, bendahara umum partai penguasa, besan presiden, presiden partai politik, ketua umum partai politik, sampai sekian banyak kepala daerah, lebih dari separuh kepala daerah bisa ditangani terkait kasus korupsi.

"Capaian dalam pemberantasan korupsi ini layak diapresiasi, walaupun kita belum puas dan ini adalah PR (pekerjaan rumah) yang masih harus dituntaskan," tegas Wamenkum HAM.

Lebih lanjut Wamenkum HAM menjelaskan bahwa ada lima capaian pasca reformasi yang menyebabkan agenda pemberantasan korupsi lebih baik.

Pertama, Indonesia lebih demokratis. Lebih demokratis ini penting untuk pemberantasan korupsi. Postulatnya, negara yang lebih otoriter itu lebih koruptif. Salah satu rumus korupsi adalah kekuasaan dan monopoli minus transparansi, kewenangan mutlak tanpa transparansi.

"Maka jelas negara yang lebih demokratis, lebih ada distribusi kekuasaan, lebih terbuka, dia akan lebih anti korupsi. Indonesia pasca 1998 adalah Indonesia yang lebih demokratis, maka Indonesia pasca 1998 harusnya lebih antikorupsi," terang Wamenkum HAM.

Kedua, regulasi setelah 1998 lebih baik, antara lain ada Undang-undang Antikorupsi, Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-undang KPK, Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban.

Ketiga, institusi antikorupsi pasca 1998 juga lebih baik, yakni KPK, PPATK, MK, Pengadilan Tipikor, Komisi Yudisial.

"Contoh, ada upaya bertubi-tubi untuk melemahkan regulasi. UU KPK itu sebanyak 17 atau 18 kali diuji ke MK agar kewenangan penyadapannya dihilangkan, penuntutannya dihilangkan, dan seterusnya. Nah, MK berperan menilai bahwa kewenangan-kewenangan KPK itu layak dipertahankan, tidak bertentangan dengan UUD," papar putera Banjar ini.

Keempat, kebebasan pers Indonesia lebih baik. Karena kontrol pers menjadi sangat kuat, maka mereka berperan sangat penting dalam pemberantasan korupsi. Kalau anda tidak setuju bahwa pers sekarang ini lebih bebas silakan amati konten media, terutama televisi.

"Dan kelima adalah partisipasi publik yang lebih baik, dalam ikut mengontrol atau mengawasi," demikian Wamenkum HAM. (es/es)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads