"Jangan salah memahami pasal 293 itu. Yang diatur bukan kegiatan santetnya tetapi menawarkan jasanya," kata Kepala Divisi Kajian Hukum dan Kebijakan Peradilan, Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Arsil, kepada detikcom, Jumat (8/3/2013).
Delik santet ini diatur dalam pasal 293 Rancangan KUHP yang menyatakan 'setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan dan memberitahukan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya itu dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atai fisik seseorang maka dapat dipidana paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 300 juta'. Jika ilmu gaib itu dikomersilkan ancaman pidana ditambah 1/3 dari 5 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena yang diancam adalah penawaran jasanya, maka masuknya ke Bab Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum, tentang Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana Umum.
"Soal pasal 'santet' ini memang banyak yang salah persepsi," beber Arsil.
Hal senada juga dinyatakan oleh mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra.
"Delik tersebut adalah delik formil sehingga akibat tidak perlu terjadi atau ada seperti delik materil. Bukan santetnya yang dibuktikan tapi persekongkolan jahat untuk mencelakakan orang lain antara tersangka santet dengan pengguna jasanya," ujar mantan Menteri Sekretaris Negara ini.
(asp/nrl)