Kisah Haru WNI Saksikan Upacara Persemayaman Hugo Chavez

Kisah Haru WNI Saksikan Upacara Persemayaman Hugo Chavez

- detikNews
Jumat, 08 Mar 2013 12:16 WIB
Rakyat Venezuela melayat jenazah Hugo Chavez (AFP/Getty Images)
Caracas - Ribuan orang berduyun-duyun menyaksikan persemayaman jenazah Presiden Venezuela, Hugo Chavez di Akademi Militer Venezuela. Di antara mereka, ada WNI yang ikut larut dalam suasana haru di lokasi tersebut.

Adalah M Siradj Parwito, salah seorang WNI di Caracas, Venezuela, yang menceritakan kisah tersebut. Dia bersama para WNI lainnya melihat dari dekat bagaimana momen duka para warga Venezuela karena kehilangan pemimpin mereka.

Jenazah 'El Comandante' akan disemayamkan selama tiga hari untuk memberikan kesempatan bagi rakyat Venezuela memberikan penghormatan terakhir. Namun melihat antusiasme rakyat yang sangat besar, waktu persemayaman pun diperpanjang hingga tujuh hari ke depan. Nantinya, jenazah Presiden Chavez akan dibalsem dan ditempatkan di Museum Sejarah Militer agar dapat disaksikan secara abadi oleh masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Siradj, ribuan warga Venezuela sudah berkumpul sejak pukul 04.00 dini hari. Para pendukung Chavez atau sering disebut dengan 'Chavista' menggunakan kaos merah bertuliskan 'Yo Soy Chavez' (Saya Chavez), pita bendera di lengan atau jaket bendera dan mengibarkan bendera Venezuela. Baik tentara, rakyat kecil yang berasal dari daerah kumuh “barrio”, maupun pria berjas dan berdasi turut antre dengan tertib. Di antara antrean bahkan terlihat nenek-nenek dengan menggunakan tongkat dan anak-anak kecil.

Antrean untuk memasuki gedung Akademi Militer mencapai 10 km. Di sepanjang jalan didirikan panggung dadakan yang diisi film pidato-pidato Chavez dan lagu-lagu heroik yang membangkitkan nasionalisme.

"Salah satu panggung menyetel lagu dengan volume keras dan terdengar lirik: “yankee, go home”, “gringo, go home”," kata Siradj dalam surat elektronik kepada detikcom, Jumat (8/2/2013).

Siradj dan warga Indonesia lainnya sepakat untuk melihat dari dekat suasana rakyat yang sedang berkabung tersebut. Awalnya dia tidak ingin ikut dalam antrean karena saking penuhnya. Namun lewat negosiasi, akhirnya mereka bisa masuk lewat bantuan tentara dan sukarelawan.

"Akhirnya, supaya tidak kelihatan mencolok, kami “diselundupkan” dalam kelompok tiga orang. Seorang wanita di depan kami, ketika kami tanya, mengaku bahwa dia sudah mengantre sejak pukul 06.00 pagi. Saat itu, sudah pukul 08.00 malam," jelasnya.

Mendekati tangga naik ke aula Akademi Militer, antrean dibagi menjadi dua baris di sisi sebelah kiri dan kanan. Para WNI diingatkan untuk mematikan handphone dan tidak menyentuh peti jenazah. Dua orang pasukan pengawal istana dengan seragam era 1800-an berdiri di depan peti dan mengapit replika pedang Simon Bolivar. Wajah Chavez terlihat damai dan seperti sedang tidur.

"Ia didandani seragam militer hijau dan baret merah kebanggaannya. Kami tidak bisa berlama-lama karena akan langsung dipersilakan pergi. Beragam reaksi mereka, ada yang mengepalkan tangannya, membuat tanda salib, melepaskan topi atau sekedar menunduk hormat. Seorang nenek di depan saya langsung menangis begitu keluar dari gedung," ceritanya.

Di sepanjang dinding aula, para pelayat menuliskan kata-kata perpisahan maupun tekad untuk melanjutkan revolusi di selembar kain. Para WNI pun ikut terharu.

"Kami ikut terharu dan merasakan luapan emosi duka mendalam yang tulus. Rasa kehilangan dan kecintaan yang ditunjukkan oleh rakyat kepada pemimpin yang dicintainya," tegasnya.


(mad/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads