"Banyak pihak di Indonesia yang menganggap ICC sebgai pengadilan internasional pelanggaran HAM. Ini merupakan mispersepsi karena ICC bukanlah pengadilan internasional untuk pelanggaran HAM. Padahal tidak demikian," ujar Guru Besar Fakultas Hukum UI Hikmahanto Juwana Hikmahanto Juwana lewat rilis yang diterima detikcom, Jumat (7/3/2013).
Menurut Hikmahanto, ICC adalah pengadilan internasional untuk kejahatan internasional yang di Indonesia diistilahkan sebagai pelanggaran HAM Berat. "Mungkin karena ada istilah pelanggaran HAM maka banyak yang mengira bahwa lembaga ini merupakan pengadilan pelanggaran HAM," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bila akhirnya tahun ini Indonesia meratifikasi maka akan muncul kesan Indonesia tunduk pada desakan luar negeri. Kedaulatan Indonesia seolah mudah dirongrong," jelasnya.
"Kalaulah Indonesia hendak meratifikasi Statuta Roma hendaknya ditentukan oleh Indonesia sendiri tanpa desakan negara lain.Indonesia juga seharusnya tidak terkesima seolah dengan meratifikasi Statuta Roma maka kejahatan internasional tidak akan ada lagi." imbuhnya.
Hikmahanto menyebutkan pemerintah Amerika Serikat (AS) saat ini juga belum melakukan ratifikasi Statuta Roma, Hal ini dikarenakan AS msih sering terlibat dalam perang di negara lain. "Pada saat inipun dibawah Presiden Obama yang berasal dari partai yang sangat getol menyuarakan HAM, Statuta Roma belum diratifikasi," terangnya.
Seharusnya, lanjut Hikmahanto, negara-negara Eropa perlu mendesak AS dan bukan Indonesia. Ini mengingat di Indonesia telah ada Pengadilan HAM yang memiliki yurisdiksi mengadili pelaku kejahatan internasional.
"Saat ini aparat Kepolisian dan TNI kerap tidak banyak berbuat dalam menghadapi konflik horizontal karena khawatir atas tuduhan pelanggaran HAM Berat. Bila Indonesia telah meratifikasi Statuta Roma bukannya tidak mungkin aparat Kepolisian dan TNI semakin tidak berbuat," ujarnya.
Secara poliitik internasional, kemungkinan besar Indonesia akan diminta oleh AS untuk menandatangani perjanjian Tidak Menyerahkan Tentaranya ke ICC atau yang dikenal dengan istilah Non-Surrender Agreement. AS sangat khawatir bila tentaranya yg sedang berada dinegara peratifikasi ICC akan menyerahkan tentaranya ke ICC.
(fiq/rvk)