RI Jajaki Kerja Sama Pengembangan Regulatory Impact Assessment (RIA)

Laporan dari Den Haag

RI Jajaki Kerja Sama Pengembangan Regulatory Impact Assessment (RIA)

- detikNews
Rabu, 06 Mar 2013 13:56 WIB
Den Haag - Di hari kedua di Den Haag, Belanda, delegasi Indonesia yang dipimpin Wamekum HAM Denny Indrayana bertemu jajaran Kementerian Keamanan dan Keadilan Belanda. Salah satu yang dibahas adalah upaya penjajakan kerja sama pengembangan Regulatory Impact Assessment (RIA).

Aktivitas delegasi Indonesia pada Selasa (5/3/2013) praktis dilakukan di kantor Kementerian Keamanan dan Keadilan Belanda yang beralamatkan di Jl Turfmarkt 147, Den Haag sehari penuh. Ada tiga pertemuan dengan agenda berbeda-beda.

Pertemuan pertama dengan State Secretary for Security and Justice, Fred Teeven. Pertemuan ini membahas sejumlah hal, termasuk soal RIA dan terkait Keimigrasian. Dalam pertemuan ini, Dubes RI untuk Belanda Retno P Marsudi juga turut serta dalam diskusi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertemuan kedua dengan Evert van deer Steeg, Senior Policy Officer International Financial Criminal Law & Legal Advisor at the Criminal Assets Deprivation Bureau of the Public Prosecution Service. Pertemuan ini membahas bagaimana Belanda melakukan asset recovery (pengembalian asset).

Pertemuan ketiga, Peter van den Biggelaat, Legai Aid Board, yang membahas mengenai bantuan hukum di Belanda. Acara dimulai pukul 09.00 dan selesai pukul 17.00 dengan diselingi makan siang dengan para pejabat kementerian pada pukul 12.00 - 13.00.

Semua pertemuan yang diwarnai diskusi-diskusi serius ini diikuti semua delegasi. Seusai pertemuan, salah seorang delegasi Indonesia, Mas Achmad Santosa menjelaskan bahwa pembasan RIA ini penting dilakukan terkait proses pembentukan peraturan dan perundang-undangan. Menurut dia, RIA sudah sejak 5 tahun yang lalu didiskusikan kemungkinan penerapannya di Indonesia. Bahkan Bappenas pernah melakukan kajian tentang hal ini di tahun 2007.

"Baru pada periode Menteri Amir Syamsuddin dan Wamen Denny Indrayana ini,  pengembangan RIA ini dikaji kemungkinan penerapannya dengan lebih serius," kata Mas Achmad Santosa (MAS).

Mengapa RIA diperlukan di Indonesia? Menurut MAS, RIA sebagai sebuah metode assessment dampak/implikasi terhadap keberadaan dan pelaksanaan legislasi sangat relevan bagi Indonesia, karena beberapa hal. Pertama, RIA sebagai cara untuk melahirkan sebuah produk legislasi yang lebih berkualitas karena assessment implikasi/dampak ekonomi, sosial, budaya, politik termasuk HAM dapat diketahui terlebih dahulu sebelum per-UU-an diundangkan dan  dilaksanakan. Termasuk dalam konteks Indonesia, kajian implikasi konstitusionalitasnya juga dapat dilakukan sejak awal sehingga tidak rentan terhadap gugatan uji konstitusionalitas di MK.

Kedua, melalui metode RIA, elemen partisipasi masyarakat menjadi lebih penting/lebih jelas karena tidak mungkin kajian dampak dari sebuah rencana legislasi tanpa melibatkan masyarakat terutama dalam mengkaji dampak sosial dan HAM. Ketiga, RIA mendorong keterbukaan dan transparansi dalam proses untuk mencegah lolosnya legislasi yang sebenarnya secara akuntabilitas publik tidak dapat dipertanggungjawabkan nilai kemaslahatan publiknya sangat kecil tetapi bisa lolos karena lobi kepentingan politik.

"RIA ini apabila di sektor lingkungan hidup dikenal dengan AMDAL (kajian dampak lingkungan hidup dan sosial)  dari pendirian sebuah kegiatan/proyek) yang sudah diterapkan sejak tahun 1980-an," kata MAS memberi gambaran yang lebih mudah dipahami.

Mengapa Belanda jadi rujukan? Belanda merupakan salah satu negara pionir dari 5 negara Eropa yang menerapkan RIA sejak tahun 1980 an (Belanda, Jerman, Hungaria, Swedia dan Denmark). Negara di Eropa pada umumnya menerapkan RIA sebagai cara untuk mempromosikan "good regulatory governance"- sebuah proses perbaikan tata kelola legislasi untuk mendorong produk legislasi yang lebih terjamin pelaksanaannya dan memenuhi kebutuhan masyarakatnya sehingga dapat diterima dan dilaksanakan sepenuh hati oleh masyarakat.

Dalam diskusi mengenai RIA dan legislasi ini, diketahui bahwa parlemen Belanda juga sangat produktif dalam menyusun UU. Dalam setahun, parlemen Belanda bisa menyelesaikan penyusunan UU, termasuk amandemen UU, sekitar 150-200 UU. "Rekor yang kita pegang, kita pernah menyelesaikan pembahasan sebuah UU dalam waktu tiga bulan," kata salah seorang pejabat kementerian.

Bantuan Hukum

Sementara itu, terkait bantuan hukum, Wamenkum HAM menjelaskan kepada Direktur Eksekutif Legal Aid Board, Peter Van Den Biggelaar, sistem bantuan hukum yang akan dilakukan di Indonesia didasarkan pada UU Bantuan Hukum no.16/2011. Saat ini, Kemenkum HAM sedang melakukan verifikasi terhadap organisasi-organisasi Bantuan Hukum dari sejumlah LSM dan universitas yang layak sebagai organisasi bantuan hukum penerima dana bantuan hukum. Proses ini pun ditegaskan oleh Wamenkumham melibatkan tokoh-tokoh bantuan hukum di luar pemerintahan.

Sedangkan Biggelaar menjelaskan bahwa di Belanda Bantuan Hukum didasarkan pada UU Bantuan Hukum yang baru, tahun 2009. Legal Aid Board yang merupakan badan pemerintah berfungsi sebagai pengelola administrasi dan anggaran  Bantuan Hukum, supervisi, dan penjaga kualitas pelayanan Bantuan Hukum. Ujung tombak Badan Hukum di Belanda dilakukan oleh LAC (legal aid counters) yang berada di tingkat pusat dan di daerah yang keseluruhan berjumlah 31 LAC. LAC ini adalah sejenis  pertolongan pertama bagi pencari keadilan.

Apabila pertolongan pertama tidak dapat diselesaikan, maka bantuan hukum diberikan oleh profesional mediators dan anggota Bar Association (organisasi advokat) yang terdaftar pada LAB.

"Yang perlu dijajaki kerja sama ini adalah penerapan sistem penjagaan kualitas pelayanan bantuan hukum yang dilakukan LAC maupun para mediator dan advokat," kata MAS.

Belanda menerapkan berbagai metoda untuk menjaga kualitas pelayanan mereka antara lain sistem pengaduan masyarakat, consumer satisfaction survey, audit kinerja, dan sebagainya.  "Ruang-ruang kerja sama antara Kemenkumham dan Legal Aid Board sepertinya sangat berpeluang di sektor quality control system development  dari legal aid service ini," kata MAS.

(asy/asy)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads