MRT di Bangkok dikenal dengan nama Bangkok Mass Transit System atau biasa disebut BTS Sky Train. Berbeda dengan Jakarta yang tak kunjung terealisasi, Bangkok sudah mulai meluncurkan BTS pada Desember 1999 setelah gagasan untuk pembangunan secara nyata muncul pada 1992.
Namun pembangunan stasiun dan rel-rel BTS serta infrastruktur lain sebenarnya tidak semudah itu. Dalam kurun waktu 1992-1999, pemerintah kota Bangkok mendapatkan perlawanan dari sejumlah unsur masyarakat yang mempertanyakan bentuk model transportasi massa itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi kami bersikukuh dengan ide bahwa jalur kereta api tetap di atas. Memang ada juga usulan agar jalur di bawah tanah. Tapi opsi itu membuat biaya pembangunan membengkak tiga kali lipat. Cukup banyak yang menentang saat itu," ujar Anat Arbhabhirama, Direktur PT BTS, perusahaan yang menggarap dan menjadi operator dari BTS Sky Train, Jumat (1/3/2013).
Di tengah kritik dan keraguan, pembangunan tetap dilakukan. Dan pada 1999, BTS resmi me-launching Sky Train. Nah, pada saat peluncuran ini ada hal yang menarik. Meski ada gelombang penolakan, ternyata masyarakat Bangkok cukup penasaran dengan kereta yang melaju di jalur tinggi ini.
Alhasil, pada hari pertama terjadi 'kekacauan'. Sangat banyak warga yang hendak mencoba BTS Sky Train ini. Lumrah saja, dengan jalur di ketinggian mereka bisa mendapatkan pemandangan luas akan kota Bangkok, yang sebelumnya hanya mereka lewati melalui jalan aspal.
"Mereka masuk ke dalam kereta dan ikut rute berputar-putar mengelilingi kota. Tapi mereka tidak mau turun dan ingin terus berputar, sementara di stasiun-stasiun banyak warga lain yang juga ingin merasakan. Kami dibikin repot sekali pada saat itu. Pada saat itu BTS mengangkut 220.000 warga yang ingin mencoba," ujar Anat dalam perbincangan dengan wartawan asal Indonesia di kantornya di kawasan Chatuchak Bangkok ini.
Pada tahun 2000, BTS setiap harinya rata-rata mengangkut 150.000 penumpang. Setelah ada penambahan infrastruktur, pada tahun 2013 ini, BTS setiap harinya membawa 600.000 orang. Pada tahun ini Bangkok memiliki 32 stasiun.
Anat mengatakan, keberadaan BTS sangat signifikan dalam mobilitas penduduk kota Bangkok setiap harinya, sekaligus dapat mengurangi jumlah kendaraaan di jalan aspal. Stasiun BTS juga terintegrasi dengan terminal kereta bawah tanah yang diresmikan pada tahun 2004.
Bangkok memiliki luas wilayah 1. 568 kilometer persegi, dua kali lipat luasnya dari DKI Jakarta yang memiliki luas 740,28 kilomoter persegi. Namun dengan sistem transportasi Sky Train yang dipadu dengan Subway Train, Bangkok melayani warganya dalam urusan mobilitas, tanpa kendala berarti.
Selama reporter detikcom berada di Bangkok sejak Senin kemarin, kemacetan di kota ini terbilang jarang dibanding kota Jakarta. Kepadatan kendaraan memang beberapa kali terjadi, namun dalam waktu singkat segera dapat terurai dengan sendirinya, karena volume kendaraan yang memang tidak begitu banyak seperti di Jakarta.
"BTS menjadi penopang transportasi. Saya tidak tahu dengan Jakarta bagaimana, apakah akan segera memulai atau masih menunda. Tapi jika ingin memecahkan kemacetan ya harus segera dilaksanakan," kata Anat.
Gubernur DKI Jokowi sebelumnya pernah menyatakan bahwa Bangkok merupakan salah satu kota yang akan dijadikan contoh pengelolaan transportasi. "Problem yang sama juga terjadi di Bogota dan Bangkok, dan bisa diatasi meskipun belum 100 persen. Tapi bisa. Jangan pesimis," kata Jokowi beberapa waktu silam.
Dan ternyata Jokowi sebenarnya sudah memiliki rencana untuk mengunjungi Bangkok, namun masih belum mendapatkan persetujuan dari pemerintah kota tujuan. Alasannya, di Bangkok sedang akan melakukan pemilihan gubernur pada Minggu (3/3) ini.
"Kemarin itu belum bisa diputuskan mengenai rencana kunjungan pak Jokowi ke Bangkok, karena belum ada kepastian pejabat gubernur yang akan menyambut beliau," kata Minister Counselor Kedubes Thailand untuk Indonesia Apirat Sugondhabhirom.
(fjr/van)