"Mereka seperti tidak mencerminkan seorang peneliti, seharusnya tidak provokatif, tapi objektif dan benar. Kalau mengimbau negara-negara lain untuk berhenti memuji Indonesia, mereka itu seperti LSM bayaran. Ini aneh dan lucu," ujar Jubir Presiden Julian Aldrin Pasha kepada detikcom, Kamis (28/2/2013).
Julian mengatakan Indonesia adalah negara pluralis dan memilki kemajemukan. Oleh karena itu gesekan atau benturan yang terjadi adalah suatu hal yang wajar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Julian sendiri mengaku belum membaca secara detail laporan HRW tersebut. Namun menurutnya kemungkinan yang disinggung oleh HRW adalah mengenai kekerasan kelompok mayoritas terhadap minoritas dalam kasus Ahmadiyah.
"Saat itu langsung direspons, kalau dilihat 2009 sudah ada bentuk policy pemerintah untuk Ahmadiyah dengan dikeluarkan surat keputusan 3 menteri. Surat keputusan itu suatu solusi yang konstruksif dari berbagai pihak, dan ini sudah melalui proses panjang," paparnya.
Jika tuduhan itu dialamatkan kepada Presiden SBY, lanjut Julian, HRW harus menunjukkan lambatnya penanganan kasus intoleransi yang mana. Julian meminta HRW untuk turun langsung ke lapangan dan tidak hanya menyimpulkan melalui pemberitaan media saja.
"Baik juga menyediakan waktu lebih lama HRW melihat kondisi di lapangan untuk melihat langsung secara utuh, tidak hanya menerima laporan dari media, yang dianggap suatu yang benar. Dunia mengapresiasi kestabilan," kata Julian.
Julian juga meminta HRW untuk memberikan definisi yang disebut kurang cepat itu seperti apa. HRW juga harus memberi batasan yang jelas tentang HAM.
"Tidak perlu mengajari soal zero tolerance, itu salah kaprah. Di Indonesia sudah jelas aturan mainnya, kalau punya definisi baru soal HAM tolong informasikan ke kita sehingga bisa merujuk kesana. Aparat kita dalam menegakkan hukum tidak bisa disalahkan. Kalau memang itu anarkis ditindak, tidak boleh satu tindakan di negara ini yang melakukan kekerasan kepada kelompok lain," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan organisasi HAM terkemuka Human Rights Watch (HRW) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menerapkan pendekatan "toleransi nol" atas serangan-serangan terhadap minoritas agama. Disebutkan HRW, serangan-serangan seperti itu meningkat di Indonesia.
Dalam laporan setebal 107 halaman, HRW yang berbasis di New York, Amerika Serikat itu, mengkritik SBY atas respons lemahnya terhadap intoleransi dan aksi kekerasan yang meningkat terhadap minoritas di Indonesia.
"Intoleransi beragama dan kekerasan terkait meningkat di Indonesia dan salah satu alasan mengapa itu meningkat adalah pemerintah gagal bertindak tegas untuk menghentikannya," cetus Wakil Direktur HRW Asia, Phelim Kine seperti dilansir kantor berita AFP, Kamis (28/2/2013).
Laporan tersebut menjabarkan serangan-serangan di Indonesia terhadap berbagai komunitas: Kristen, Buddha, Ahmadiyah dan Syiah.
Dalam laporannya, HRW juga mendesak komunitas internasional untuk berhenti memuji-muji Indonesia soal toleransi. Sebabnya, statemen-statemen seperti itu menimbulkan anggapan di kalangan para pemimpin Indonesia bahwa perubahan signifikan dalam hukum, kebijakan atau praktek, tidak dibutuhkan.
(mpr/ahy)