"Kita memilih diam dan permisif, tapi kita sudah tidak bisa lagi diam. Jika kita hidup di suatu negara tapi kita merasa tidak bahagia maka di situ ada sesuatu yang salah. Kita tidak punya pilihan, kita harus lakukan tindakan, jangan marah-marah kalau kita tidak bisa melakukan sesuatu dari hal kecil," kata aktivis dari Transparancy International Indonesia, Lia Toriana.
Lia menyampaikan hal ini dalam acara diskusi 'Bersama Mengawal Pemilu 2014: Anak Muda Membendung Korupsi Politik 2013', di Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (26/2/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KTP pertama kita adalah hasil dari upaya mandiri kita untuk membuat KTP tanpa calo. Jika praktik yang kita pilih menggunakan calo atau menyuap birokrasi kelurahan atau kecamatan setempat, kita adalah bagian dari klien korupsi yang dilayani oleh birokrat pemerintah," ujar Lia.
Lebih jauh, sistem yang koruptif juga menjebak generasi muda Indonesia yang bisa menjadi korban sekaligus pelaku. Hal ini tercermin dalam praktek korupsi politik yang menurut Lia harus diwaspadai menjelang pemilu 2014.
"Pada konteks korupsi politik, generasi muda tidak bisa kita abaikan keberadaannya. Kita bisa menjadi korban, bahkan pelaku sekaligus. Karena bisa jadi kita ingin memilih cara yang jujur dan benar tapi ada sistem yang korup yang mengelilingi kita. Jumlahnya kan tidak seberapa, tapi membentengi diri dengan tidak permisif dan kritis terhadap sistem yang korup adalah langkah awal," tutup Lia yang memberikan pendidikan anti-korupsi kepada puluhan mahasiswa UNJ.
(vid/mok)