"Kami pisahkan sampah organik dan an organik. Yang organik kami campur lagi dengan tanah," ujar Koordinator Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Rawasari, Edi Kusnadi dalam acara Peringatan Hari Sampah Nasional, di TPST Rawasari, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2013).
TPST tersebut berupa area setengah terbuka dengan atap di atasnya. Luas area ini kurang lebih 500 meter persegi. Di dalamnya tampak sekitar 24 gundukan tanah yang sudah bercampur dengan sampah organik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain disiram, gundukan berukuran 1,5 x 3 meter ini juga diaduk seminggu sekali. Hasil adukannya dipindah ke gundukan bagian belakang.
"Kami aduk pakai cangkul. Tujuannya agar panasnya merata. Panas di dalamnya ini sampai 70 derajat," jelas Edi.
Proses tersebut, menurut Edi memakan waktu 2 - 2,5 bulan hingga tanah tersebut siap panen. Jika sudah siap panen, tanah ini disaring.
"Tanahnya kami saring pakai alat penyaring. Hasil saringannya ini bisa digunakan untuk media tanam," ungkapnya.
Edi mengatakan, tanah hasil olahannya tersebut dimanfaatkan oleh warga untuk menanam pohon. Mereka dapat mengambilnya dengan gratis.
"Ada juga yang pernah ambil 20 karung. Setiap karungnya 30 kg," ujar Edi.
Ia juga mengatakan, dalam sebulan pihaknya bisa menghasilkan 800 kg tanah. Sementara itu, sampah anorganik ia jual lagi kepada pemulung.
"Sampah anorganik yang nggak bisa dijual kami taruh di tempat pembuangan sampah indoor untuk diangkut ke Bantar Gebang," ucap Edi.
Sampah-sampah yang ia kelola bersama 10 orang lainnya ini berasal dari warga RW 1 dan RW 2 Rawasari yang terdiri dari 23 RT. "Ada juga warga yang bikin komposter di rumahnya masing-masing," tuturnya.
(kff/gah)