Pledoi 'Galau' ala Neneng Sri Wahyuni

Pledoi 'Galau' ala Neneng Sri Wahyuni

- detikNews
Kamis, 21 Feb 2013 12:19 WIB
Neneng (Ari S/ detikcom)
Jakarta - Galau. Kata yang sempat populer sebagai bahasa gaul itu, menjadi 'andalan' Neneng Sri Wahyuni untuk menggambarkan keresahan hatinya karena jadi buronan kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Kemenakertrans.

Memulai pembacaan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis (21/2/2013), Neneng langsung bicara mengenai cobaan hidupnya. Dengan suara bergetar, istri Nazarudin ini menyatakan bahwa menjadi buronan dan menjalani proses hukum atas sebuah tindak pidana yang tak pernah dilakukannya, merupakan cobaan terberat sebagai ibu rumah tangga.

"Terhadap tim jaksa penuntut umum KPK, sebenarnya saya banyak memiliki kegalauan. Apa salah saya? Mengapa tim JPU tanpa dasar fakta hukum tetap menuntut saya sebagai orang bersalah?" gugat Neneng.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia merasa terpojok dengan opini publik terhadap proses persidangan di pengadilan. "Keadaan semakin berat karena proses persidangan penuh dengan opini publik, persidangan harus berakhir dengan vonis bersalah," sebutnya.

Neneng mempertanyakan dasar dakwaan dan tuntutan jaksa. Dia menyangkal telah mengintervensi pejabat Kemenakertrans dalam penentuan pemenang lelang, mengalihkan pekerjaan utama dari PT Alfindo Nuratama Perkasa ke PT Sundaya Indonesia dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.

"Tidak ada satu rupiah pun mengalir ke saya, sungguh saya terzalimi," bantahnya.

Neneng yang selalu memakai cadar ini juga menceritakan kilas balik mengenai perjalanannya ke luar negeri bersama suaminya Nazaruddin. "Saya keberatan diberitakan sebagai buronan. Bagaimana saya dikatakan buron, dalam kenyataannya perbuatan itu tidak saya lakukan," tegasnya.

Di hadapan majelis hakim dia menuturkan perjalanannya ke luar negeri dimulai pada 23 Mei 2011. Saat itu Neneng mengaku menemani Nazaruddin untuk berobat di Singapura. Pada saat Nazar dicekal pada 24 Mei 2011 dan kemudian menjadi tersangka sekaligus ditetapkan sebagai buron, Neneng masih menemani suaminya berpergian ke sejumlah negara.

"Saya diminta suami menemani ke beberapa negara, saya gunakan paspor resmi, dan saya tidak dengar saya jadi tersangka," katanya.

Pada 25 Juli 2011, Neneng memutuskan meninggalkan Kolombia menuju Kuala Lumpur, Malaysia, untuk keperluan mendaftarkan anaknya bersekolah. Sekitar sepekan kemudian, Neneng mendapat kabar Nazar ditangkap di Kolombia.

"Saya sangat syok dan panik," tuturnya.

Dia kaget ketika membaca berita media online dirinya dijadikan tersangka dugaan korupsi proyek PLTS pada Agustus 2011. "Penetapan saya sebagai tersangka membuat saya terpukul. Untuk kembali ke Jakarta saya takut dan bingung," imbuhnya.

Dengan status tersangka, Neneng khawatir dengan kondisi anak-anaknya. "Jika kedua-duanya (Nazar dan Neneng, red) ditahan, siapa yang akan mengurus anak-anak di Kuala Lumpur? Saya sungguh galau," ujarnya.

"Saya tidak ada niat menghindar dari hukum," kata Neneng.

Neneng mengaku berniat untuk menyerahkan diri ke KPK. Niat ini disampaikan Nazar melalui tim pengacara yang meminta KPK menjemput ke Kuala Lumpur. Neneng berencana kembali ke Indonesia pada Juni 2012 dengan pertimbangan libur sekolah anaknya.

"Anak-anak bisa dipindahkan sekolah ke Jakarta," tuturnya.

"Berdasarkan fakta jelas sekali saya tidak pernah buron dan tertangkap, melainkan menyerahkan diri," kilah Neneng.

"Kalau ada yang saya sesalkan mengapa saya tidak datang saat dipanggil pertama kali sebagai saksi di KPK. Saya juga menyesal tidak datang ke Indonesia dan ke KPK ketika melihat berita saya menjadi tersangka. Sesungguhnya pikiran saya kacau, galau," tutur dia.

Neneng dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Dia juga diminta membayar uang pengganti Rp 2,660 miliar.


(fdn/lh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads