Sebab penegak hukum harus bisa membedakan mana tindak pidana korupsi ataupun sebaliknya. "Sudah saatnya aparat penegak hukum dan hakim bertindak secara rasional objektif dan ilmiah," ujar ahli pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Dr Mudzakkir kepada detikcom, Rabu (20/2/2013).
"Jika bukan tindak pidana korupsi, jangan dipaksakan menjadi tindak pidana korupsi. Jika perkara korupsi, jangan dikatakan bukan perkara korupsi. Dan bagi jaksa dan hakim, jangan ragu-ragu jika hasil pembuktian harus diputus bebas dan lepas dari tuntutan pidana, putuslah secara bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa," sambung Mudzakkir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Aparat penegak hukum tidak boleh memutus yang menyimpang dari yang sebenarnya, demi menjaga image, karir, atau takut kepada publik dan diperiksa oleh KY atau dewan kehormatan," ujar Mudzakkir.
Sebelumnya, jaksa pada Kejaksaan Agung menuntut Hotasi Nababan 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap menyalahgunakan wewenang terkait sewa pesawat. Jaksa berkesimpulan Hotasi terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor. Dia dianggap menyalahgunakan kewenangannya dalam sewa pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 yang menguntungkan orang lain sehingga merugikan keuangan negara USD 1 juta.
(asp/asp)