"Keterlibatan staf ahli harus dianggap pijakan pertama karena kasus bisa ke dua arah," jelas pengamat hukum dari Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, saat berbincang, Rabu (20/2/2013).
Feri menjelaskan, apalagi katanya DPR tengah berbenah dan bersih-bersih. Kasus ini bisa jadi momentum. Perlu diselidiki juga apakah benar sang staf ahli bernama Haris itu berani nekat mencatut nama bosnya dan mengambil uang hingga Rp 1,2 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Feri menilai ada baiknya BK DPR melaporkan kasus ini ke KPK. Biarlah penegak hukum yang menyelidikinya. Agar terbuka dan DPR benar-benar menjadi lembaga yang transparan pro pemberantasan korupsi.
"Ini memang ruangnya KPK karena dugaan korupsi penyelenggara negara. Nanti bisa diketahui apakah staf ahli hanya broker atau juga intelectual dadder-nya (otak kejahatan)," jelasnya.
"Ini tidak boleh dianggap ringan karena, ini kasus dugaan korupsi kemanusiaan dan melibatkan "jalur DPR"," tambahnya.
Sebelumnya Ketua Badan Kehormatan (BK) M Prakosa mengungkap hasil pemeriksaan Haris Hartoyo yang dilakukan dua pekan lalu. Dalam pemeriksaan, tenaga ahli anggota DPR Supomo itu mengakui telah menerima uang dari pegawai BPBD M Sukarya.
"Dia mengakui menerima dana sekian-sekian, kemudian dia mengatakan ada Dikdik juga menerima itu," kata Prakosa di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (19/2).
Sedang Anggota Komisi XI DPR Supomo mengaku sudah memecat Haris Hartoyo. Haris dipecat setelah diperiksa Badan Kehormatan (BK) DPR sekitar dua pekan lalu.
"Sudah diberhentikan, setelah dia ke BK," kata Supomo di Gedung DPR, Senayan. Supomo juga mengaku tak terlibat. Politisi Partai Demokrat ini sudah diperiksa BK.
(ndr/mad)