Menurut anggota DPRD DKI Jakarta, Slamet Nurdin, keputusan untuk mengganti dan menggeser jabatan kepala dinas atau setingkatnya memang sepenuhnya hak Jokowi sebagai gubernur. Dan jika seseorang yang digeser tersebut dipandang kurang mumpuni, apalagi tidak memiliki latar belakang pendidikan dalam bidang tersebut, itu bisa ditopang dengan memberikan pelatihan atau pendidikan kilat (diklat) kepada yang bersangkutan.
"Gubernur itu kan butuh staf, orang yang bisa mendukung kinerja dia. Untuk penempatan, itu kan berdasarkan pertimbangan gubernur sendiri. Jadi Pak Anas inikan secara esselon masuk. Namun kalau secara kualifikasi kurang, jadi dia butuh di-upgrade atau butuh percepatan pendidikannya agar cocok," ujar Slamet Nurdin saat berbincang dengan detikcom, Rabu (20/2/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ini adalah masalah pengembangan pegawai. Yang penting esselonnya masuk, tinggal dipercepat dengan pendidikan yang melatarbelakangi hal itu saja," katanya.
Sebelumnya, isu pelanggaran UU ini diungkapkan oleh anggota Komisi X DPR, Raihan Iskandar. Dia mengatakan kebijakan Jokowi menempatkan Anas Effendi menjadi Kepala Perpustakaan Daerah dinilai kurang tepat, karena bertentangan dengan UU Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, khususnya pasal 30 yang berbunyi, 'Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum pemerintah, perpustakaan umum kabupaten/kota, dan perpustakaan perguruan tinggi dipimpin oleh pustakawan atau oleh tenaga ahli dalam bidang perpustakaan.'
"Jadi, kepala perpustakaan daerah harus memiliki latar belakang pendidikan dan profesi perpustakaan. Karena hanya seorang profesional pustakawanlah yang memahami dan mengerti bagaimana mengelola dan mengembangkan perpustakaan dengan baik," ujar Raihan.
Sementara itu, belum diketahui apakah Anas Effendi memang memiliki latar belakang pendidikan di bidang kepustakaan maupun kearsipan atau tidak. Hingga saat ini Anas masih belum bisa dikonfirmasi.
(jor/rmd)