"Tidak ada bukti yang mengarah Pak Hotasi melakukan 'kerugian negara' untuk kepentingan dirinya atau kepentingan orang lain atau korporasi," kata guru besar FH UI Hikmahanto Juwana kepada detikcom, Selasa (19/2/2013).
Menurut pakar hukum perjanjian internasional dan hukum internasional ini, apa yang dilakukan Hotasi adalah risiko bisnis selaku pelaku usaha. Merpati sebagai BUMN harus siap rugi dan untung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apalagi di BUMN sebagai perusahaan yang bisa rugi bisa juga untung," sambung Hikmahanto.
Bahkan mantan Dekan FH UI ini memberikan apresiasi yang tinggi atas putusan ini. Sebab majelis hakim menilai kerugian negara yang tidak dilakukan dengan sengaja maka bukan tindak pidana.
"Jangan sampai ada orang harus mendekam di lembaga pemasyarakatan atas perbuatan yang bukan kejahatan. Sudah sepantasnya Pak Hotasi mendapatkan kebebasan dari awal," cetus Hikmahanto.
Sebelumnya, jaksa pada Kejaksaan Agung menuntut Hotasi Nababan 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap menyalahgunakan wewenang terkait sewa pesawat. Jaksa berkesimpulan Hotasi terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.
Dia dianggap menyalahgunakan kewenangannya dalam sewa pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 yang menguntungkan orang lain sehingga merugikan keuangan negara USD 1 juta.
(asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini