Kelalaian yang dituduhkan kepada si sopir yaitu karena dia tidak menutup pintu sehingga berakibat korban lompat dari angkot yang dikendalikan Jamal. Padahal, selama ini angkutan kota non-ac memang banyak yang tidak menutup pintunya. Kalau tidak menutup pintu dianggap sebagai kelalaian, apakah polisi telah melakukan tindakan preventif?
"Saya melihat ini lebih kepada upaya polisi mencari cara mentersangkakan Jamal ketimbang sesuatu yang lebih substansif. Mengada-ada," kata kriminolog UI yang juga anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrinanusa Meliala saat berbincang dengan detikcom, Rabu (13/2/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lalu dicari hubungannya, maka diupayakan Jamal terjerat supaya memenuhi harapan aparat sebagai pihak yang bertanggungjawab," jelasnya.
Tindakan korban Annisa yang melompat dari angkot yang tengah melaju, imbuhnya, karena panik dan bertindak tidak proporsional. Bila harus disalahkan, maka akan lebih jauh lagi melangkah dalam mencari siapa yang bersalah.
"Pemerintah, negara semua berkontribusi atas insiden itu, mengapa korban panik dan melompat? Maka dijadikanlah Jamal sebagai orang yang harus bertanggungjawab," paparnya.
Dengan sangkaan yang dijerat ke Jamal, Adrianus menilai polisi tengah bereksperimen dengan alat bukti yang ada di kasus Jamal.
"Namun nanti ada pengujian di tingkat kejaksaan dan pengadilan, alat bukti itu bisa berhasil atau tidak," ujar Adrianus.
Dihubungi terpisah, Kanit Kecelakaan Lalu Lintas wilayah Jakarta Barat AKP Rahmat Dalizar mengakui, pihaknya memang tidak pernah melakukan langkah pecegahan dan sosialisasi angkot wajib menutup pintu.
"Ya memang tidak pernah ada langkah itu," ujarnya.
Selain kelalaian tidak menutup pintu, Dalizar juga menuding Rahmat juga lalai karena membiarkan penumpang yang semula duduk di kursi belakang berpindah ke jok yang berada di belakang sopir.
"Dengan pindahnya penumpang dari tempat duduk semula, dia harusnya curiga," jelasnya.
(ahy/asp)