"Bahwa harus diterima kenyataan bahwa sampai dengan saat ini belum terdapat substansi hukum yang mengatur secara khusus mengenai operasi pergantian jenis kelamin (sex reassignment surgery) di dalam pranata sistem hukum Indonesia," kata hakim tunggal Dr Ronald Lumbuun dalam sidang terbuka untuk umum di Pengadilan Negeri Kelas 1 B Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin (11/02/2013).
"Padahal eksistensi tentang pengaturan hal tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini," sambung Ronald dalam putusan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan demikian berdasarkan kewenangan atributif yang dimiliki oleh Mahkamah Agung (MA) sebagaimana diatur di dalam Pasal 79 UU MA, untuk mengisi kekosongan hukum, maka perlu kiranya pimpinan MA segera menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) yang mengatur secara detail tentang hal tersebut. Sehingga dapat dijadikan pedoman bagi para hakim tingkat pertama dalam mengadili perkara-perkara pergantian jenis kelamin," papar Ronald.
Adapun eksistensi UU No 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan beserta segala peraturan pelaksanaannya hanya terbatas pada sistem administratif kependudukan. UU itubertujuan guna menciptakan tertib administrasi kependudukan di Indonesia.
" UU Administrasi Kependudukan itu tidak menyentuh persoalan jenis kelamin itu sendiri. Regulasi baru nanti dibuat demi kelancaran jalannya peradilan," pungkas alumnus FH Universitas Indonesia (FH UI) ini.
Seperti diketahui, Anindya terlahir dengan mengantongi akta kelahiran berjenis kelamin perempuan. Seiring waktu, terjadi perubahan bentuk dalam organ kelaminnya. Lantas orangtua Anindya melakukan operasi kelamin untuk penyempurnaan. Oleh PN Cibinong, hal ini diamini dan secara hukum kini Anindya telah menjadi laki-laki.
(asp/rmd)