"Pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN)," kata ketua KPU Husni Kami Manik dalam keterangannya, Senin (11/2/2013).
Menurut Husni, pasal 259 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2012 secara terang benderang mengatakan bahwa keputusan Bawaslu mengenai sengketa pemilu merupakan keputusan terakhir dan mengikat. "Kecuali berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPU menilai ada beberapa hal yang bermasalah dalam pertimbangan hukum Bawaslu yang meminta KPU mengoreksi Keputusan KPU Nomor 05/Kpts/KPU/Tahun 2013 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2014 dan meloloskan PKPI menjadi peserta pemilu tahun 2014," ucapnya.
Menurut Ida, Bawaslu tidak memiliki wewenang menguji peraturan KPU terhadap norma undang-undang. Hal tersebut berkaitan dengan penerapan keterwakilan sekurang-kurangnya 30 persen perempuan dalam kepengurusan partai di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
"Logika hukumnya, peraturan KPU masih berlaku dan belum dibatalkan. Bagaimana mungkin dapat dilakukan koreksi terhadap hasil keputusan verifikasi faktual tersebut. Bawaslu tidak punya kompetensi mengubah peraturan KPU sehingga mereka melompat ke tahap mengoreksi pelaksanaan verifikasi faktual dan menyatakan PKPI memenuhi syarat," jelasnya.
Kedua, Bawaslu tidak konsisten dalam memberikan penilaian terhadap keterangan yang diberikan oleh KPU. Di satu sisi, keterangan KPU kabupaten/kota dan KPU provinsi menjadi alat bukti karena bagian integral dari KPU secara institusional. Namun pada daerah-daerah tertentu keterangan KPU Provinsi dianggap tidak memiliki nilai pembuktian.
"Di Jawa Tengah misalnya ada beberapa daerah yang disoal seperti Kabupaten Kudus, Klaten, Kendal, Demak, Grobokan dan Sukoharjo. Untuk kasus di Kabupaten Klaten, keterangan KPU Provinsi dapat diterima dan menjadi alat bukti. Tapi di Kabupaten Grobokan, keterangan KPU Provinsi tidak dapat diterima dengan alasan KPU Provinsi tidak mengalami, mendengar dan melihat sendiri proses verifikasi," kata Ida.
βJadi ada inkonsistensi Bawaslu dalam menilai keterangan KPU,β tegasnya.
Ketiga, ada alat bukti dari KPU yang sudah diserahkan tetapi tidak dijadikan sebagai pertimbangan. Sementara ada bukti dari termohon yang tidak pernah disampaikan dalam persidangan tetapi menjadi pertimbangan. Hal tersebut terjadi untuk Provinsi Sumatera Barat dan empat kabupaten/kotanya.
"Padahal dalam bekerja Badan Pengawas Pemilu juga harus transparan dan akuntabel sebagai ukuran profesionalisme yang dituntut oleh undang-undang," ujarnya.
(bal/rmd)