"Usulan pemberhentian dirasa terlalu berlebihan. Statemen Daming memang melanggar etik, namun pemberhentian tidak tepat," kata Kepala Divisi Kajian Hukum dan Kebijakan Peradilan, Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Arsil, kepada detikcom, Rabu (11/2/2013).
Pada prinsipnya, LeIP sepakat pernyataan Daming saat fit and proper test itu melanggar kode etik. Namun sangat tidak layak jika sanksinya adalah pemecatan.
"Statemen tersebut belum berarti juga bahwa ia selama ini bias dalam mengadili perkara perkosaan/kejahatan seksual. Untuk mengetahui apakah memang bias, perlu dilihat terlebih dahulu putusan-putusan yang dibuatnya selama ini dalam perkara tersebut," tutur Arsil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KY perlu juga mempertimbangankan sikap Ikahi dalam perkara ini secara bijaksana, jangan sampai akhirnya karena masalah ini kinerja KY pada akhirnya menjadi kurang efektif karena mendapatkan perlawanan dari para hakim," harap Arsil.
Seperti diketahui, MA telah mengirimkan surat permintaan keberatan ke KY agar Daming tidak perlu dibawa ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk diberhentikan. Tetapi KY bergeming dan Ikahi pun menyusul menyurati KY untuk tetap mempertahankan Daming dalam korps Cakra.
"Sanksi yang diusulkan KY eksesif dan berlebihan, tidak tepat dan terlalu berat. Sanksi yang diusulkan diambil tanpa mempertimbangkan secara komprehensif latar belakang pelanggaran yang dilakukan Terlapor," demikian surat keberatan Ikahi.
(asp/nrl)