"Kekerasan atas nama apapun tidak dibenarkan, ini menyalahi prinsip pendidikan. Langkah menghukum yang dilakukan oleh guru tersebut justru akan melahirkan kekerasan baru. Peristiwa tersebut juga akan terekam dalam memori anak-anak," kata Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Asrorun Ni'am Sholeh, kepada detikcom, Senin (11/1/2013).
Menurut Sholeh, penegakan hukum di lingkungan sekolah seharusnya berdasar atas kesadaran, bukan dengan memaksakan peraturan dengan hukuman berat kepada pelanggarnya. Sekolah memiliki ororitas tersebut untuk membuat peraturan yang lebih bijak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guru R, menurut Sholeh, seharusnya ditindak karena sudah melanggar kode etik guru. Lembaga penegak kode etik guru bisa difungsikan untuk melakukan penyaran terhadap guru R.
"Guru (R) itu melanggar kode etik sebagai profesi yang memiliki kompetensi profesional yang memenuhi standar tertentu. Juga kompentensi personal dengan kemampuan sebagai pendidik, kemudian kompetensi sosial, 3 kompetensi ini pantauannya dibawah organisasi profesi," kata Sholeh.
Kekerasan ini bermula saat R menghukum 5 siswa yang telat mengikuti pelajarannya. R kemudian menghukum murid tersebut dengan scot jump, menendang, dan mengeluarkan umpatan. Akibatnya, beberapa murid mengalami luka-luka lebam di kaki.
(ndr/ndr)