Data itu dilansir Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherwati dalam jumpa pers menanggapi pemakzulan Bupati Garut Aceng HM Fikri di Komnas Perempuan, Jl Latuharhary 4 B, Jakarta Pusat, Rabu (6/2/2013). Sri menuturkan, selama semester I tahun 2012, ada 96 laporan tindak kejahatan perkawinan. Rincian kasus di antaranya:
61 Istri melaporkan suaminya berselingkuh. 41 Istri melaporkan suaminya 'hanya' selingkuh dan 20 istri lain menikah kembali secara sembunyi-sembunyi tanpa izinnya. Hal ini telah menimbulkan penderitaan fisik, psikis dan seksual juga penelantaran ekonomi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
3 Istri pertama dikriminalisasi karena tidak mau memberikan izin bercerai agar suaminya dapat menikah lagi.
15 Istri adalah korban kawin siri dan 5 lainnya kasus lain-lain.
Sementara data kasus Semester II 2012 belum diolah.
"Perkawinan yang tidak dicatatkan, kerap kali merupakan cara bagi suami untuk menghindari tanggung jawab hukum atas istri dan anak yang lahir dari perkawinannya itu," tegas Sri.
Komnas Perempuan menegaskan bahwa tidak mencatatkan perkawinan, tidak membutuhkan ikatan perkawinan melalui pengadilan, serta tidak memenuhi alasan syarat dan prosedur bagi laki-laki untuk beristri lebih dari 1 sebagaimana diatur dalam undang-undang adalah tindak kejahatan terhadap perkawinan.
"Komnas Perempuan mengapresiasi keputusan Mahkamah Agung dalam mengabulkan permohonan pemakzulan Bupati Garut," jelas Sri.
Sementara Ninik Rahayu, komisioner, anggota sub komisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan mengatakan posisi Komnas Perempuan mendukung asas monogami dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Karena fakta kekerasan terhadap perempuan menunjukkan bahwa poligami memicu tindak kekerasan dalam rumah tangga," jelas Ninik.
(nwk/nrl)