"Kalau menurut kami putusan ini janggal," kata anggota ICW, Febridiansyah kepada wartawan di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Rabu (30/1/2013).
Ikut melaporkan selain ICW yaitu Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Indonesia Round Table (IRT). Mereka datang sekitar pukul 14.00 WIB dan diterima oleh Ketua Muda Pidana MA, Artidjo Alkostar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Angie sebenarnya di fakta persidangan itu terlihat peran aktifnya dari pertemuan-pertemuan negosiasi fee sampai upaya mempengaruhi Kemendiknas. Seharusnya i Angie di vonis 20 tahun. Tapi ini hanya pasal 11 yang ancamannya 5 tahun, itu satu hal," ujar Febri.
Hal aneh kedua terkait pemiskinan koruptor. Putusan Angie kemarin dinilai menghambat upaya pemiskinan koruptor terutama pasal 18 yang mengatur perampasan harta koruptor dan uang pengganti. Menurut Febri, jaksa sebenarnya sudah meminta uang pengganti tapi hakim tidak bisa menjatuhkan hukuman karena uang suap itu bukan uang negara.
"Ini sangat fatal, seolah-olah pasal perampasan ini hanya bisa diterapkan jika merugikan uang negara," ungkapnya.
Febri berharap MA bisa membuat standar untuk seluruh pengadilan tipikor di Indonesia agar putusan yang dianggap janggal dalam kasus Angie tidak terulang lagi.
"Nah kekeliruan ini menurut kami untuk ketua MA mempelajarai dan menjadi standar untuk pengadilan tipikor di Indonsia diterapkan dengan serius," kata Febri.
(slm/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini