Jubir KPK Johan Budi mengatakan, Irjen Djoko dijerat dengan Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang. Ancaman hukuman maksimal dari pasal tersebut merupakan 20 tahun penjara dan juga denda dengan maksimal Rp 10 milliar.
"Karena yang bersangkutan diduga menempatkan atau menyamarkan sesuatu yang diduga berasal dari hasil korupsi," terang Johan di kantornya, Jl Rasuna Said, Jaksel, Senin (14/1/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana," demikian bunyi pasal 78.
Jika nantinya si terdakwa tidak berhasil membuktikan, maka harta yang diduga berasal dari hasil korupsi tersebut akan disita. Bahkan dalam Pasal 79 ayat 4 diatur, jika terdakwa meninggal sebelum adanya putusan pengadilan, dan di sisi lain ada bukti pencucian uang, maka hakim tetap bisa memutuskan perampasan harta kekayaan.
"Dalam hal diperoleh bukti yang cukup bahwa masih ada harta kekayaan yang belum disita, hakim memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melakukan penyitaan harta kekayaan tersebut," demikian bunyi pasal 81 yang mengatur mengenai perampasan.
Pakar pidana pencucian uang, Yenti Garnasih mengatakan, UU pencucian uang lebih efektif untuk merampas harta kekayaan yang berasal dari hasil korupsi dibanding dengan UU tindak pencucian uang. "Hanya dengan TPPU upaya pemiskinan bisa optimal dibanding dengan pasal 18 (soal perampasan) UU Tipikor yang merujuk pada pengembalian uang pengganti," terang Yenti kepada detikcom.
Harta kekayaan Irjen Pol Djoko Susilo, seperti tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara LHKPN di KPK bernilai Rp 5,6 miliar. Ini merupakan data resmi yang masuk ke KPK.
(fjp/ndr)