"Padahal saya sudah menikah di kantor KUA, penghulunya tidak dipanggil ke rumah. Tapi masih juga kena biaya Rp 600 ribu," kata Dedi Jalaludin melalui Info Anda detikcom, Minggu (30/12/2012).
Dedi mengatakan, saat menikah tahun 2006 lalu dia pertama kali menghubungi seorang petugas yang biasa disebut amil. Amil adalah petugas yang menjadi perwakilan seorang penghulu di desa-desa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dedi mengatakan, amil meminta biaya Rp 600 ribu untuk biaya pernikahan di Desa Sukatani, Kecamatan Parakan Salak, Kabupaten Sukabumi, itu. Dia kemudian membayar biaya pernikahan tanpa tahu rincian untuk apa saja uang sebesar itu.
"Tidak ada rinciannya untuk apa saja, saya juga kaget pas baca berita ternyata biaya penghulu cuma Rp 30 ribu," katanya.
Dedi mengatakan, di kampung-kampung jika penghulu berhalangan biasanya Amil bisa menikahkan seseorang. "Kalau di kampung memang biasanya begitu," katanya.
Dedi menilai biaya pernikahan sebesar Rp 600 ribu sangat memberatkannya. Apalagi untuk warga yang masih tinggal di desa. "Biaya itu sangat membaratkan, dan tidak jelas peruntukanya untuk apa," keluhnya.
Sementara itu, Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama Abdul Djamil menyarankan, untuk menghindari praktik pungli di KUA dan hanya membayar Rp 30 ribu sesuai aturan yang berlaku, calon pengantin sebaiknya menikah di Kantor KUA di hari kerja.
"Kalau ingin ringan, laksanakan di KUA dan di jam kantor," ujar Abdul Djamil saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (29/12/2012).
Djamil tidak menampik bahwa di KUA ada saja oknum-oknum yang melakukan praktik pungli. Meski begitu dia meminta masyarakat tidak menggeneralisir bahwa di setiap KUA terjadi praktik seperti itu. "Masyarakat harus tahu biaya nikah hanya Rp 30 ribu. Karena KUA sudah diberikan tempat balai nikah, maka digunakan," imbuhnya.
(nal/nrl)