Testimoni Hakim: Berharap Naik Jabatan, Lakoni Setor Rp 10 Juta

Testimoni Hakim: Berharap Naik Jabatan, Lakoni Setor Rp 10 Juta

- detikNews
Jumat, 28 Des 2012 16:01 WIB
Akhmad Lakoni (dok.pribadi)
Jakarta - Hakim di sebuah pengadilan di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) Akhmad Lakoni mengaku menyetor Rp 10 juta ke pimpinannya pada 2002 silam. Tujuannya supaya dia naik jabatan dan ditempatkan di pengadilan yang enak. Atas pengakuan ini, Mahkamah Agung (MA) menyambut baik atas kejujuran Ahmad Lakoni.

"Saat bertugas di Pengadilan Negeri Metro, Lampung tahun 2000-2003, hati ini selalu terusik oleh ulah teman-teman sejawat. Betapa tidak, bergantian mereka berangkat ke Jakarta, bawa uang dan tidak lama mendapat SK mutasi/promosi yaitu masuk kota besar/dapat jabatan struktural," kata Lakoni saat dihubungi detikcom, Jumat (28/12/2012).

Berikut testimoni lengkap Ahmad Lakoni yang disebar diberbagai situs jejaring sosial:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tergelitik hati ini mengapa aku tidak mencontoh dan terdengar pula semua berita itu oleh sang istri lalu berujar, "Pak, coba tiru mereka, biar kita masuk kota besar dan dapat jabatan. Ambil bank kalau tidak punya duit!".

Wah... menantang ini, fikirku.

Aku mulai menelusuri pada teman-teman, bagaimana caranya, siapa yang ditemui, berapa uang upeti yang diperlukan ? Pendek cerita, intinya yaitu temui X, sampaikan permintaan dan berikan uang Rp 10 juta atau lebih.

Nekadlah sang hakim Akhmad Lakoni ini atas restu istri. Segera ambil kredit di Bank BRI Cabang Metro sebesar Rp 20 juta pada awal 2002. Rencananya Rp 10 juta dibawa ke Jakarta dan Rp 10 juta disimpan oleh istri untuk persiapan.

Hari H aku berangkat ke Jakarta, menemui X dan disambut baik. Kuutarakan maksud kedatanganku, lalu aku disuruhnya mencatatkan diri di buku khusus, seperti buku ekspedisi yang memuat nama, asal PN dan permintaan. Setelah itu kuserahkan uang sebesar Rp 10 juta dan diterimanya dengan baik. Lalu aku pulang dengan hati gembira.

Sebulan, dua bulan, tiga bulan, tak ada berita. Istri mulai bertanya,"Kok tidak ada beritanya Pak?".

Akhir bulan ketiga aku berangkat lagi ke Jakarta menemui Beliau dan sama kejadiannya. Aku disuruh lagi mencatatkan diri di buku yang sama. Aku mulai bertanya dalam hati. "Apa beliau lupa atau uangnya kurang atau buku itu tidak dibacanya?".

Dengan hati mulai gundah, aku pulang sambil setengah berharap cemas. Kutunggu lagi sampai dua bulan tapi ternyata tak juga dapat SK yang diharapkan. Istri mulai ngedumel.

"Uang hilang, pindah tidak, apalagi dapat jabatan. Angsuran BRI jojong!".

Wah sakit telinga ini dibuatnya. Aku masih sabar dan berangkat lagi ke Jakarta menemui X tapi hasilnya sama yaitu disuruh menyatatkan diri lagi di buku itu.

Kupikir sudah tiga namaku tercatat di buku ekspedisi itu. Aku pulang lagi ke Lampung dengan sedikit kecewa. Bila dihitung sudah 8 bulan sejak aku menemui beliau tak juga ada hasil. Istri mulai marah.

"Ambil uang itu, lebih baik untuk anak kita kuliah, jangan hanya jadi hutang di BRI!".

Akupun sudah sangat muak dan jijik sama yang namanya X itu, lalu nekad ke Jakarta untuk mengambil uang Rp 10 juta pada Beliau.

Saat bertemu Beliau, Beliau melontarkan pertanyaan serupa dengan pertemuan pertama, kedua dan ketiga yaitu 'siapa, dari mana dan apa permintaan' dan disuruh lagi mencatatkan diri di buku ekspedisi itu.

Aku langsung menjawab, "Saya Akhmad Lakoni dari PN Metro. Saya tidak minta apa-apa lagi. Saya sudah mencatatkan nama saya 3 kali di buku itu. Saya kemari mau menagih uang saya yang bapak terima 8 bulan yang lalu."

X pucat dan gemetar, lalu bertanya "Berapa uang bapak yang saya terima?".

Dasar jujur juga Akhmad Lakoni itu, saya sebutkan Rp 10 juta (coba saya sebut Rp 25 juta).

"Ya, bapak tunggu di luar, nanti saya kembalikan," jawab X.

Aku mendengar dia langsung menghubungi istrinya dengan telepon dalam bahasa Jawa agar mengambil uang di Bank Mandiri.

Satu jam kemudian, kulihat datang seorang perempuan paruh baya datang membawa tas masuk ke ruang X, lalu aku dipanggil masuk oleh pengawalnya. "Ini uang bapak," kata X sambil menyerahkan uang yang terbungkus kantong Bank Mandiri.

Tanpa banyak bicara, kusalami sambil memencet keras-keras tangannya dan mengucapkan terimakasih. Aku pulang ke Lampung dan menyerahkan uang kepada istriku.

Sejak saat itu, kapok tak mau lagi aku kasak-kusuk minta pindah dan minta jabatan. Dalam hatiku "Itu adalah kebodohanku yang pertama dan terakhir, tak kan pernah kuulangi lagi".


Atas pengakuan ini, MA mengucapkan terimakasih atas kejujuran Lakoni. MA mengatakan itu masa lalu MA dan akan diperbaiki di era Ketua MA Hatta Ali.

"Sekarang kalau ada kejadian seperti itu, yang menghilangkan integritas, tidak ada toleransi lagi. Sesuai pidato Ketua MA kemarin. Tidak boleh esprit de corps menjadi alasan menutup-nutupi keburukan lembaga," cetus Ridwan.


(asp/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads