Pakar Kesehatan Hewan UGM Prof drh Widya Asmara menyatakan, karena belum ada vaksin baru, salah cara yang masih bisa dilakukan adalah menyemprotkan desinfektan dan memperketat lalu lintas unggas.
"Selama ini pengawasan lalu lintas perdagangan unggas masih lemah sekali," kata Widya usai seminar di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (26/12/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vaksin AI yang sekarang tersedia dari clade 2.1 secara laboratorik masih sedikit melindungi ayam terhadap virus baru. Namun di lapangan dengan dosis virus yang lebih besar kemungkinan besar tidak bisa melindungi dengan baik.
"Sekarang ini yang perlu dipikirkan adalah pengembangan vaksin AI baru dengan seed virus AI H5N1 clade 2.3.2.1 yang prevalen di lapangan," kata Widya.
Masuknya virus AI yang menyerang itik atau unggas air, ada dua kemungkinan. Pertama dari burung liar yang bermigrasi dari Asia ke pantai-pantai di Indonesia akibat musim dingin di belahan bumi utara. Kedua, perdagangan itik dari negara lain di Asia ke Indonesia yang tidak terdeteksi karena luasnya wilayah Indonesia.
"Ini baru kemungkinan dan masih perlu kajian serta penelitian lebih lanjut," katanya.
Sementara itu, peneliti dari Balai Besar Veteriner Wates, Putut Joko Purnomo menambahkan virus AI telah menyerang sejumlah itik di Pulau Jawa, seperti Tegal, Brebes,, Tulung Agung, Blitar, Lamongan, Kediri, Trenggalek, Jombang. Selanjutnya di Kabupaten Bantul, Kulon Progo, dan DI Yogyakarta.
"Di DIY, laporan yang terserang sebanyak 4.700 dari 600 ribu itik. Di Jawa Timur, 45 ribu dari 6 juta itik dan Jawa Tengah sebanyak 64 ribu dari 8 ribu ekor," kata Putut.
(bgs/try)